Kue
pancong, itu nama yang dilekatkan pada makanan ini. Meski disebut kue,
jangan bayangkan ia seperti anke kue yang biasa ditata apik di toko-toko
roti ternama.
Sebab, kue pancong hanyalah sejenis makanan ringan tempo dulu. Tampilannya juga sangat sederhana. Toh demikian, jajanan tradisional ini lekat dengan kehidupan masyarakat Betawi hingga saat ini.
Sebab, kue pancong hanyalah sejenis makanan ringan tempo dulu. Tampilannya juga sangat sederhana. Toh demikian, jajanan tradisional ini lekat dengan kehidupan masyarakat Betawi hingga saat ini.
Di
Jakarta, kue pancong biasa dijajakan oleh para pedagang makanan
keliling. Mereka biasanya berdagang ke sudut-sudut kampung. Jika pun
tidak, para pedagang kue pancong ini biasanya mangkal di tempat-tempat
keramaian, seperti pasar, pertokoan, perkantoran atau sekolah. Itu pun
waktunya tak pernah lama. Sebab, mereka memang lebih suka berkeliling
untuk menjajakan kue pancong.
Para
pedagang kue pancong ini mudah dikenali. Mereka membawa dua gerobak
yang dipikul di bahu. Satu di antaranya untuk tempat kompor minyak dan
cetakan kue pancong. Gerobak lainnya, untuk menata kue pancong yang
sudah matang.
Dulu, pedagang kue pancong pakai gerobak dorong. Lama-lama ngerasa nggak
praktis juga. Di jalan selalu was-was, takut kalau tiba-tiba kesenggol
mobil, motor atau bis. Di kampung juga semakin susah jalannya. Kalau
pakai pikulan lebih enak. "Jalannya lewat trotoar saja,” kata Tashori,
pedagang kue pancong yang biasa berjualan di kawasan Menteng, Jakarta,
beberapa waktu lalu.
Lantas
apa yang membuat kue pancong bisa bertahan sepanjang masa? Ehm, mungkin
ini karena kue pancong benar-benar terasa gurih jika tercecap oleh
lidah. Gurih, itu memang sudah pasti.
Sebab,
bahan dasar kue pancong adalah kelapa yang terlalu tua atau sedang,
santan kelapa dan tepung ketan. Soal perbandingan pastinya, Tashori
punya resep andalan yang mungkin bisa Anda tiru.
Untuk
sekali jual, Tashori selalu menyiapkan adonan kue pancong yang terdiri
dari 13 butir kelapa sedang, santan kelapa dan tiga kilogram tepung
ketan dengan merek tertentu. Kelapa itu bersama dengan tepung ketan dan
santan.
Asongan
itu lalu dituang ke dalam cetakan khuus kue pancong yang bentuknya
sekilas seperti cetakan kue pukis. Cetakan kue pancong juga punya
beberapa strip, misalnya 4 – 5 strip.
Tutup
adonan itu dengan tutup cetakan kue pancong. Lalu pangganglah di atas
bara api kompor. Tunggu beberapa saat hingga kering. Keluarkan kue
pancong yang telah siap disantap dari cetakannya. “Kalau nggak suka yang
gurih-gurih, begitu diangkat, kasih aasnya dengan taburan gula pasir.
Rasanya lebih enak, karena terasa butiran gula pasirnya yang manis,”
jelas Tashori.
Ehm, kalau dilihat tampilannya, kue pancing ini mengingatkan pada roti gandos, jajanan
tradisional tempo dulu yang akrab di lidah orang Jawa. Tampilan kue
pancong juga mengingatkan pada jajanan anak-anak yang ibasa disebut
serabi cuthik.
Tapi,
apapun keangan yang tiba-tiba melintas, kue pancong adalah jajanan
Betawi yang murah meriah. Setangkup kue pancong, yang terdiri dari
delapan strip, hanya ditawarkan oleh Tashori dengan harga Rp. 2.500.
Benar-benar mudah!
“Saya biasa dipanggil kalau ada acara ulang tahunan. Sering banget. Untuk ngramein
acara, katanya. Kalau pas ulang tahun Jakarta, saya pasti selalu
dipanggil. Diminta jualan kue pancong di Ambassador. Pasti laris dan
pasti habis,” kata Tashori.
No comments:
Post a Comment
Waktu begitu cepat berlalu mengiring langkah dalam cerita. Terbayang selalu tatapanmu dalam lingkaran pemikiran positif ku. Para pembaca blog Warga Desa (https://warga-desa-worlds.blogspot.com) adalah teman yang terindah. Saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan komentar.