Bambu Gunung Mojo
Memasuki wilayah Gunung Mojo Argosari Sedayu Bantul, tepatnya beberapa ratus meter arah Utara pertigaan Klangon yang merupakan jalan alternatif menuju arah Magelang. Di kanan kiri jalan sudah terlihat pajangan sangkar bambu berjajar di beberapa rumah warga.
Tepat, daerah itu memang merupakan sentra kerajinan sangkar berbahan bambu. Ada baliho besar dari departemen perindustrian terpampang di sisi timur jalan yang menunjukkan bahwa wilayah Gunung Mojo merupakan sentra kerajinan sangkar.
Salah seorang pengrajin yang sudah puluhan tahun menekuni pekerjaan membuat sangkar dari bahan bambu ialah Mbok Wakinem (65). Menurut pengakuannya, membuat sangkar dari bambu sudah dilakoninya sejak masih muda. Tepatnya sejak menjadi istri Ngatijo yang juga berprofesi sebagai pengrajin sangkar burung serta ayam.
Sebelumnya, Wakinem sebenarnya adalah seorang pengrajin tenun asli dari sragen. Karena tenunnya kurang begitu laku, setelah dipersunting Ngatijo, dirinya lantas ikut membuat sangkar sampai sekarang.
Menurut ibu tiga anak yang sudah menjadi nenek bagi 5 cucunya ini, membuat sangkar dari bambu bukanlah pekerjaan sulit. Hanya membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Karena meraut satu persatu bilah bambu harus dilakukan secara manual. Selain itu, proses pembuatan sangkar pun membutuhkan ketelitian dan kecermatan. Agar jadinya bagus dan kokoh.
Sangkar buatan Mbok Wakinem memang berbeda. Selain lebih kokoh dan halus juga memiliki berbagai bentuk khas. Layaklah jika para pelanggannya tidak saja pembeli lokal dari DIY. Banyak yang datang dari Semarang, Cilacap dan Purwokerto. Beberapa di antaranya pedagang sangkar.
“Ada pedagang yang pesan sampe puluhan sangkar. Tentunya dengan harga yang berbeda,” ungkapnya sembari meraut bilah bambu.
Berbagai macam sangkar dengan variasi bentuk dan ukuran dibuat. Ada sangkar burung, ayam, bekisar, bahkan kandang kelinci. Tentu saja dengan berbagai variasi harga. Untuk sangkar burung, ada beberapa macam. Sangkar prenjak dengan iratan halus dipatoh dengan harga Rp. 25 ribu. Sangkar perkutut dibandrol dengan harga Rp. 35 ribu. Odel sangkar branjangan dengan bervariasi bentuk dijual dengan harga Rp. 60 – 70 ribu. Sedangkan kurungan khas untuk bekisar dijual seharga Rp. 75 ribu.
Selain sangkar burung, Mbok Wakinem juga menjual kurungan untuk ayam dan kandang kelinci khas dari bambu. Untuk kandang ayam Doubel dijual seharga Rp 200 ribu. Sedangkan kandang ayam kecil dijual dengan harga Rp. 100 ribu. Untuk kandang kelinci biasa dilepas dengan harga Rp. 40 – 50 ribu.
“Harga itu semua masih bisa ditawar. Biar untung sedikit tapi bisa jalan terus,” imbuh Wakinem yang mengaku bekerja membuat sangkar dilakukan setelah pekerjaan rumahnya selesai.
Setiap harinya, suami dan dibantu anak-anaknya yang banyak menyelesaikan semua pekerjaan kasar. Dari mencari bahan bambu, memotong, mengebor, menyetel dan memaku. Sedangkan dirinya sebatas pada meraut dan menata bilah bambu ke lobang yang sudah dibor. Meskipun begitu Wakinem mengaku tahu persis bagaimana sulitnya membuat sangkar.
Semua Ketiga anaknya mengikuti jejak menjadi pengrajin sangkar. Menurut Wakinem sebetulnya pekerjaan apa saja asalkan halal itu pasti membawa rezeki. Dan dia sangat yakin, dari hasil membuat sangkar bambu bisa untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Dia sendiri membuktikan bisa membesarkan anaknya dan membiayai sekolah mereka.
Untuk bahan baku bambu, sekarang memang banyak kerajinan lain yang memakai bahan bambu. Jadi harganya juga agak mahal. Itupun harus memotong dan mengangkut sendiri sampai ke rumah. Kalau membelinya sedikit, akan rugi di biaya transport.
Biasanya setelah bambu cukup banyak, baru diangkut sekaligus sampai satu truk penuh. Harga per batang, asih berdiri di rumpun harga sebesar Rp. 5.000.
Menurut Mbok Wakinem, ada beberapa dagangan dari orang lain yang biasa dilakukan dengan cara barter atau tukar barang. Mereka membawa beberapa barang dagangan hasil produksinya dengan menitipkan beberapa barang yang seharga.
“Ada beberapa barang titipin. Tapi barang hasil bikinan saya dibawa sama pedagang itu,” ungkap Mbok Wakinem.
Pada hari libur dan tanggal muda biasanya banyak pengunjung yang datang dan membeli sangkar burung ditempatnya. Sehari memang tidak bisa ditentukan, tapi sedikitnya delapan barang biasa terjual. Jika masing-masing barang seharga Rp. 50 ribu, artinya sehari bisa ada omzet 400 ribu. Wah lumayan juga.
Memasuki wilayah Gunung Mojo Argosari Sedayu Bantul, tepatnya beberapa ratus meter arah Utara pertigaan Klangon yang merupakan jalan alternatif menuju arah Magelang. Di kanan kiri jalan sudah terlihat pajangan sangkar bambu berjajar di beberapa rumah warga.
Tepat, daerah itu memang merupakan sentra kerajinan sangkar berbahan bambu. Ada baliho besar dari departemen perindustrian terpampang di sisi timur jalan yang menunjukkan bahwa wilayah Gunung Mojo merupakan sentra kerajinan sangkar.
Salah seorang pengrajin yang sudah puluhan tahun menekuni pekerjaan membuat sangkar dari bahan bambu ialah Mbok Wakinem (65). Menurut pengakuannya, membuat sangkar dari bambu sudah dilakoninya sejak masih muda. Tepatnya sejak menjadi istri Ngatijo yang juga berprofesi sebagai pengrajin sangkar burung serta ayam.
Sebelumnya, Wakinem sebenarnya adalah seorang pengrajin tenun asli dari sragen. Karena tenunnya kurang begitu laku, setelah dipersunting Ngatijo, dirinya lantas ikut membuat sangkar sampai sekarang.
Menurut ibu tiga anak yang sudah menjadi nenek bagi 5 cucunya ini, membuat sangkar dari bambu bukanlah pekerjaan sulit. Hanya membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Karena meraut satu persatu bilah bambu harus dilakukan secara manual. Selain itu, proses pembuatan sangkar pun membutuhkan ketelitian dan kecermatan. Agar jadinya bagus dan kokoh.
Sangkar buatan Mbok Wakinem memang berbeda. Selain lebih kokoh dan halus juga memiliki berbagai bentuk khas. Layaklah jika para pelanggannya tidak saja pembeli lokal dari DIY. Banyak yang datang dari Semarang, Cilacap dan Purwokerto. Beberapa di antaranya pedagang sangkar.
“Ada pedagang yang pesan sampe puluhan sangkar. Tentunya dengan harga yang berbeda,” ungkapnya sembari meraut bilah bambu.
Berbagai macam sangkar dengan variasi bentuk dan ukuran dibuat. Ada sangkar burung, ayam, bekisar, bahkan kandang kelinci. Tentu saja dengan berbagai variasi harga. Untuk sangkar burung, ada beberapa macam. Sangkar prenjak dengan iratan halus dipatoh dengan harga Rp. 25 ribu. Sangkar perkutut dibandrol dengan harga Rp. 35 ribu. Odel sangkar branjangan dengan bervariasi bentuk dijual dengan harga Rp. 60 – 70 ribu. Sedangkan kurungan khas untuk bekisar dijual seharga Rp. 75 ribu.
Selain sangkar burung, Mbok Wakinem juga menjual kurungan untuk ayam dan kandang kelinci khas dari bambu. Untuk kandang ayam Doubel dijual seharga Rp 200 ribu. Sedangkan kandang ayam kecil dijual dengan harga Rp. 100 ribu. Untuk kandang kelinci biasa dilepas dengan harga Rp. 40 – 50 ribu.
“Harga itu semua masih bisa ditawar. Biar untung sedikit tapi bisa jalan terus,” imbuh Wakinem yang mengaku bekerja membuat sangkar dilakukan setelah pekerjaan rumahnya selesai.
Setiap harinya, suami dan dibantu anak-anaknya yang banyak menyelesaikan semua pekerjaan kasar. Dari mencari bahan bambu, memotong, mengebor, menyetel dan memaku. Sedangkan dirinya sebatas pada meraut dan menata bilah bambu ke lobang yang sudah dibor. Meskipun begitu Wakinem mengaku tahu persis bagaimana sulitnya membuat sangkar.
Semua Ketiga anaknya mengikuti jejak menjadi pengrajin sangkar. Menurut Wakinem sebetulnya pekerjaan apa saja asalkan halal itu pasti membawa rezeki. Dan dia sangat yakin, dari hasil membuat sangkar bambu bisa untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Dia sendiri membuktikan bisa membesarkan anaknya dan membiayai sekolah mereka.
Untuk bahan baku bambu, sekarang memang banyak kerajinan lain yang memakai bahan bambu. Jadi harganya juga agak mahal. Itupun harus memotong dan mengangkut sendiri sampai ke rumah. Kalau membelinya sedikit, akan rugi di biaya transport.
Biasanya setelah bambu cukup banyak, baru diangkut sekaligus sampai satu truk penuh. Harga per batang, asih berdiri di rumpun harga sebesar Rp. 5.000.
Menurut Mbok Wakinem, ada beberapa dagangan dari orang lain yang biasa dilakukan dengan cara barter atau tukar barang. Mereka membawa beberapa barang dagangan hasil produksinya dengan menitipkan beberapa barang yang seharga.
“Ada beberapa barang titipin. Tapi barang hasil bikinan saya dibawa sama pedagang itu,” ungkap Mbok Wakinem.
Pada hari libur dan tanggal muda biasanya banyak pengunjung yang datang dan membeli sangkar burung ditempatnya. Sehari memang tidak bisa ditentukan, tapi sedikitnya delapan barang biasa terjual. Jika masing-masing barang seharga Rp. 50 ribu, artinya sehari bisa ada omzet 400 ribu. Wah lumayan juga.
No comments:
Post a Comment
Waktu begitu cepat berlalu mengiring langkah dalam cerita. Terbayang selalu tatapanmu dalam lingkaran pemikiran positif ku. Para pembaca blog Warga Desa (https://warga-desa-worlds.blogspot.com) adalah teman yang terindah. Saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan komentar.