1 (Satu) harapan kecil sempat menghampiriku saat mengadakan perjalanan selayaknya anak muda seumur ku di Kota Pahlawan. Memang kebetulan juga, aku saat itu masih menimba ilmu pada Fakultas Hukum di Universitas Erlangga.
Adalah kebaikan hati sosok penjaga toko musik terbesar dan tertua di Surabaya. Namanya Pak Liadi, seorang pembuat gitar yang nyaris buta karena sudah berumur tua. Tak disangka saat itu ia mau mengajarkan saya tentang tata cara membuat gitar. Asal sumber dayanya terbentuk dari bahan alam yang banyak orang desa sering menyebutnya Kayu Waru atau tepatnya pepohonan yang berasal dari Pegunungan Waru.
Secara tradisional pertimbangan tersebut didasarkan oleh kualitas dan kekuatan yang dimiliki saat banyak penarik dokar atau kuda andong di seputaran Kabupaten Sidoarjo. Mereka biasa menggunakan bahan ini sebagai gerobak angkut, serta alat-alat kentongan bagi keamanan desa.
Membawaku pada suatu perjalanan baru. Aku pun bergegas menjalankan anjuran sang Guru. Hingga kemudian, saya mencarinya sampai ke pelosok-pelosok desa di pinggiran Sidoarjo. Alhamdulillah, saya akhirnya mendapatkan sebongkah log waru. Kira-kira memiliki diameter kayu berukuran 20X40X60 cm. Beratnya mungkin sekitar 5 kg. Dengan bantuan adik saya, kami angkut kayu itu ke rumah dengan menggunakan Toyota Hartop pinjaman. . . . . . . . . . .He he he Benar-benar nekat!
Ketika sampai di rumah, segera saya pergunakan sumberdaya tersebut sebaik mungkin. Membuat mal dari karton. Kemudian dibuatlah sketsa dasar gitar pada log itu berdasar mal karton yang telah terbentuk. Dengan hanya bermodalkan mesin bor dan 2 pahat, saya mulai membentuk kayu-kayu itu jadi gitar.
Tahun 1986, saya pertama kali membuat gitar. Gitar pertama yang saya buat adalah gitar berjenis klasik. Cirinya: dimensi tabungannya terlihat lebih ramping, tapi lebih dalam (side-nya kira-kira memiliki ketebalan sekitar 2 cm). Ciri lain yang lebih penting, punggungnya (back) cenderung berbentuk cembung seperti lute.
Ha ha ha sesungguhnya kalau ingat masa-masa itu saya merasa geli sendiri. Untuk menjual produk gitar buatan saya tentu saja sama sekali belum terpikirkan. Tapi setelah jaman internet hadir, saya baru tau bahwa dimensi gitar yang pertama kali saya buat adalah "Vihuella."
Engkos
Perkasa, seorang Guru yang juga menggeluti Profesi sebagai
Pembuat
Gitar
|
Tampak serpihan-serpihan kayu tercecer ketika akan memasuki sebuah bangunan bengkel berbentuk sederhana. Begitupun juga dengan perkakasnya yang rata-rata sempat ia beli di negeri Paman Sam.
Saya tidak tau sebatas apa seorang luthier dikatakan ahli. Sampai sekarang saya masih terus belajar. Semakin hari ada saja temuan baru yang harus saya pelajari. Baik itu model gitar, teknik pembuatan, perkakas baru, mesin baru maupun desain gitar yang baru.
Lulus kuliah dari Fakultas Hukum UNAIR Surabaya, saya hijrah ke Jakarta, bekerja sebgai wartawan musik di sebuah surat kabar Nasional. Diasana saya bertemu dengan pembuat gitar bernama Pak Witirto Arismunandar. Beliau telah menggeluti profesi itu sejak 1968. Selama 2 tahun saya magang di situ.
Pembeli gitar pertama saya adalah murid gitar saya sendiri yang kemudian menjadi gitaris kelompok band Tofu. Oh iya! Sejak tahun 1979, saya sudah bekerja sebagai seorang guru gitar klasik di YMI (Yayasan Musik Indonesia) pemilik lisensi Yamaha Music School, Jepang. Kesempatan tersebut berawal dari ajakan seorang master builder, Pak Hudeyuki Ezaki. Orang yang pertama kali merancang gitar klasik Yamaha di tahun 1970.
Rentang waktunya jauh juga yah. Pertama kali membuat gitar pada tahun 1986, hingga kemudian ??. . . . . . . .Iya selama itu saya sibuk ngajar gitar. Belum lagi menulis artikel-artikel dan hilir mudik di surat kabar. Selain itu, saya sempat sedikit putus asa setelah gitar buatan saya pertama saya tunjukan kepada Sensei (guru), Pak Tadashi Koizumi. Jangankan dia coba petik, disentuh pun tidak. . . . . . ."You must learn more," begitu ujar Mr Tadashi.
Maklum waktu itu saya hanya menggunakan alat berupa 2 pahat: mesin bor dan parang. Proses finishing juga minta tolong orang lain. Setelah magang di Pak Witirto, saya baru tau bahwa di Amerika ada sebuah toko yang menjual perkakas khusus untuk Luthier. Sejak itu saya mulai mencicil satu persatu tuk membeli perkakas luthier. Kebetulan saya punya adik yang bekerja sebagai diplomat di markas PBB di New York.
Saya pun serta merta mencoba peruntungan di negeri Paman Sam pada akhir 1985. Setelah mendapatkan segalanya tentang luthier. Akhir 1986 saya balik lagi ke Indonesia untuk mengajar lagi di YMI Surabaya. 1991, saya pindah ngajar ke Jakarta, merangkap sebagai wartawan. Tahun 2002, saya alih profesi jadi luthier di Jakarta. Saya kemudian balik ke YMI Surabaya dan tak disangka, Mr. Tadashi Koizumi rela datang ke Surabaya khusus hanya untuk mengajari saya membuat gitar.
Tahun 2002, saya baru berani membuat merek sendiri, "KOZ" Guitar dan membuka bengkel gitar secara komersial, bersama perkakas yang agak memadai. Berbekal ilmu yang saya dapat dari magang. Stop jadi guru gitar, pekerjaan sebagai wartawan pun saya tinggalkan. Peralatan khsusu luthier tentu saja menjadikan proses pembuatan gitar jadi lebih cepat dan mudah bersama tingkat kesalahan yang seminim mungkin.
Fokus saya sebenarnya lebih kepada repair. Waktu pembuatan gitar elektrik sekitar 3 bulan. Gitar akustik sekitar 4 bulan. Tergantung ketersediaan bahan maupun tingkat kerumitan desain dan pernak pernik ornamennya. Harga berkisar Rp. 4 juta (untuk gitar elektrik), Rp. 15-20 juta (untuk gitar berjenis akustik). Asisten cuma ada 2 orang.
Engkos Perkasa, seorang Guru yang juga menggeluti Profesi sebagai Pembuat Gitar |
Tidak disitu-situ saja ketika ia memoles kemampuanya membuat gitar. Pak Engkos Perkasa pernah belajar dengan seorang guru berkebangsaan Jepang. Pak Hudeyuki Ezaki adalah Orang yang pertama kali merancang gitar klasik Yamaha di tahun 1970.
Pada awal perjalanan di tahun 2004, usaha pembuatan dan perbaikan gitar dalam beberapa tahun sempat tersendat. Titik tolak masalah pada bagian marketing (pemasaran). Namun sekitar tahun 2006, eh sorry, 2007, saya dianjurkan teman untuk membuat akun Facebook Nah sejak itu, pemasaran usaha saya sangat gencar karena banyak teman yang add saya di Facebook. Sehingga pertemanan saya mencapai hampir 2.000 orang dan 90% costumer saya adalah teman Facebook.
Jadi jaringan internet dari Telkomsel sangat membantu pemasaran usaha saya. Belum lama ini, saya membuat akun Instagram. Tentu saja fasilitas pelayanan dari jaringan internet Telkomsel. Hal ini sangat membantu pemasaran produk saya. Jadi saya bisa meng-upload foto-foto karya saya di Instagram. Alhamdulillah, ada beberapa pelanggan baru yang sudah pesan gitar saya lewat Instagram.
Lincahnya jaringan internet Telkosel juga membantu saya dalam mencari referensi dari Internet tentang tutorial pembuatan gitar. Atau kiat-kiat dari reparasi. Baik dari You Tube maupun dari Google. Yang tidak kalah penting, jaringan internet Telkomsel juga sangat membantu saya dalam membeli tools atau perkakas untuk pembuatan gitar. Karena kebanyakan perkakas pembuatan gitar yang baik, kita harus di luar negeri.
"Saya sudah menggunakan Telkomsel selama 18 tahun. Terima Kasih yah, Telkomsel."
Facebook: https://www.facebook.com/engkos.perkasa
Sumber Penulisan:
http://surabaya.tribunnews.com/2009/08/07/engkos-perkasa-pembuat-gitar-akustik-dan-elektrik-lepas-profesi-guru-jadi-tukang-reparasi
http://www.wakalanusantara.com/detilurl/Galeri.Gitar.ReBORN.Gabung.JAWARA../1411
https://soundcloud.com/engkos-perkasa
http://www.siteguitar.com/guitar/koz-guitar-test-at-reborn-guitar-gallery/
http://astralife.co.id/astra-life-umumkan-pemenang-kompetisi-digital-7jambarengbokap-dan-serahkan-donasi-yayasan-sahabat-veteran-indonesia/
Menginsprirasi banget.. Terima kasih atas semua informasinya. sangat membantu.
ReplyDeleteAlhamdulillaah hirobil Allamin.... Hasil karya Pak Engkos Perkasa memang Istimewa
Deletemantaaapppp gan , sangat inspiratif
ReplyDelete