Saturday, July 2, 2011

Proses pembuatan Gula Semut

Sekitar 10 tahun, Murdiningsih menjalani aktivitas sebagai pembuat gula semut di tempat itu. Sebelumnya, ia hanya memproduksi gula bathok (gula Jawa) di rumahnya dalam skala kecil.   Murdiningsih harus bekerja karena sang suami telah tiada. Meski demikian, bukan berarti kebutuhan rumah tangga sehari-hari ia tanggung sendiri.   “Syukurlah, anak saya yang pertama sudah bekerja, sudah punya anak dan tinggal sendiri. Tapi kadang pulang ke rumah seminggu sekali,” ujar ibu dua anak tersebut.Ide selalu saja muncul dalam diri Sugiyo (55). Pengusaha yang mengakomodir kebutuhan petani ini, tak ingin statis dalam menjalani hari demi harinya. Sebagai seorang pengusaha, ia sadar, sebuah inovasi selalu mendatangkan dampak yang baik. Tak terkecuali dengan ide membuat gula kristal, atau bisa disebut gula semut, selama 10 tahun terakhir.

Saat anak-anak memulai rutinitas belajar di sekolah, beberpaa ibu bergegas ke sebuah rumah produksi di Penggung, Hargorejo, Kokap, Kulonprogo. Meski mayoritas warga menjadi petani, beberapa perempuan yang tidka mau menggantungkan hidupnya pada suami, memilih bekerja menjadi buruh di rumah produksi Kelompok Tani Sumber Rejeki yang dikelola oleh Sugiyo.

Berangkat pagi, setelah anak-anak ke sekolah. Pokoknya setelah urusan di rumah selesai," ujar Murdiningsih (48), salah satu pekerja di tempat tersebut.

Sekitar 10 tahun, Murdiningsih menjalani aktivitas sebagai pembuat gula semut di tempat itu. Sebelumnya, ia hanya memproduksi gula bathok (gula Jawa) di rumahnya dalam skala kecil.

Murdiningsih harus bekerja karena sang suami telah tiada. Meski demikian, bukan berarti kebutuhan rumah tangga sehari-hari ia tanggung sendiri.

Syukurlah, anak saya yang pertama sudah bekerja, sudah punya anak dan tinggal sendiri. Tapi kadang pulang ke rumah seminggu sekali,” ujar ibu dua anak tersebut.

Sehari-hari, Murdiningsih bekerja mengaduk olahan gula bathok yang sudah matan guntuk kemudian dikeringkan. Dengan alat masak tradisional, berupa tungku dan kayu bakar, para pekerja yang berada di dapur memaksimalkan hasil.

Dalam proses pembuatan gula semut, bahan bakunya bisa menggunakan legen atau gula bathok. Menurut Murdiningsih, kebanyakan bahan baku yang kini digunakan adalah gula bathok. Kalau legen panasnya lama. Berbeda dengan gula bathok. "Kita panaskan dan proses pengeringan bisa seitar satu jam saja,” tuturnya.

Begitu pula bathok panas dan mencair, baru kemudian diaduk-aduk hingga kering. Setelah kering, gula terebut diayak dengan alat ayak hingga terpisah, mana yang bubuk lembut dan yang masih kasar. Yang lembut kemudian dimasak, sedangkan yang amsih kasar dipisah, kemudian bisa dipakai lagi untuk dicampur dengna gula bathok cair.

Kalau untuk memasak gula smut yang sudah kering, kita gunakan oven,” tutur Sainem, istri Sugiyo.
Ia tak hanya memanfaatkan alat tradisional saja, melainkan juga laat-alat modern dengan mesin. Bahkan tidak hanya oven yang mereka gunakan, beberapa alat modern seperti mesin parut pun sudah tersedia. Hal tersebut disediakan untuk mempercepat proses produksi.

Mesin parut diguankan untuk memarut campuran gula semua yang meliputi kencur, jahe, kunyit dan lainnya. Setelah diparut, campuran tersebut dicampur dengan air, diperas baru kemudian dimasukkan dalam gula bathok yang sudah dimasak (dalam bentuk cair).

Inovasi

Dalam kurun waktu yang lama, Sainem mengaku, inovasi yang dilakukan Sugiyo memang berdampak baik. Jika dulunya hanya rasa jahe, gula semut produknya kin memiliki aneka macam rasa. Termasuk kencur, lengkuas, kunyit, temulawak dan lain-lain.

Menurut Sugiyo yang pernah mencetak rekor MURI sebagai pembuat gula bathok terbesar pada 2002 tersebut, inovasi dilakukan untuk mengembangkan usahanya. Tak hanya sebatas mencari untung, Sugiyo juga mencari pekerja yang terampil.

Keluhan selalu ada dalam setiap usaha. Masalah cuaca, bahan baku, modal hingga tenaga kerja. Untuk yang terakhir, Sugiyo sempat mengalami kewalahan karena ia mempercayakan home industry-nya kepada para pekerja yang tinggal di wilayah setempat.

Delapan orang, sebagian besar perempuan, menjadi buruh pembuat gula semut. Dua di antaranya laki-laki. Para laki-laki cenderung untuk bekerja pada aktivitas yang berat. Sedangkan perempuan, memasak, mengaduk dan mengemas gula kristal.

Meski ada yang baru saja bekerja selama dua minggu, Sugiyo mengaku,a sal ketrampilannya bagus, tak masalah.

Sejauh ini belum ada keluhan dari para pekerja. Malahan, saya yang mengeluhkan mereka. Masalah disiplin waktu,” terang Sugiyo.

Ngasiyem (52), pekerja lain yang berada di tempat tersebut mengaku, adanya kegiatan kerja bakti atau hajatan di desa setempat sering mengganggu kerjanya. “Kalau hari Minggu kami tetap bekerja. Seperti biasanya,” tuturnya.

Dari pukul 08.00 hingga 16.00 WIB, para pembuat gula semut tersebut bekerja. Dengan diiringi istirahat, emreka senantiasa bersenda gurau. Seakan-akan menikmati pekerjaannya, Murdiningsih dan Ngasiyem, seolah melupakan masalah di rumah.

Dengan tempat yang terlalu luas, keheningan di rumah produk yang juga meruapkan rumah Sugiyo tersebut, membuat para pekerja merasa nyaman.










No comments:

Post a Comment

Waktu begitu cepat berlalu mengiring langkah dalam cerita. Terbayang selalu tatapanmu dalam lingkaran pemikiran positif ku. Para pembaca blog Warga Desa (https://warga-desa-worlds.blogspot.com) adalah teman yang terindah. Saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan komentar.

Label

Agama Air Minum Alat Musik Alumunium Angklung Artis Asmara Automotif Bahan Bakar Bali Bambu Bandung Bank Bank Sampah Barang Bekas Batam Batik Becak Beras Besakih Biola Blogspot Boneka Buah-buahan Budaya dan Tradisi Buka Lapak Buku Bunga Burger Burung Cafe Charlie Tjendapati CNBC Cobek Dandung Santoso Daur Ulang Desa Desain Dodol E-mail Eceng Gondok Edie Juandie Ekonomi dan Perdagangan Es Krim Facebook Flipboard Flora dan Fauna Fruit Carving Furnitur Gadget Gamelan Garam Gerai Gerobak Gitar Google Plus Gula Hari Raya Harian Merdeka Haryadi Chou Hewan Hiburan dan Wisata Hidayah Anka Hidroponik Hijab Hotel http://www.duahari.com Hukum dan Politik Indra Karyanto Instagram Internet Internet Marketing ITB Jagung Jajanan Jamu Jamur Tiram Jangkrik Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Jepang Kain dan Pakaian Kaleng Kalimantan Kamera Kapal Laut Karaoke Kartun Kecantikan Kecap Keju Kelautan Kelinci Kemasyarakatan Kendaraan Kerajinan Kereta Kertas Kiat dan Tip Kisah Hidup Koki Komputer dan Teknologi Kopi Koran Kuda Pustaka Kuliner Kumpulan Kurir LA Time Laptop Si Unyil Lidah Buaya Linkedin Liputan 6 Logam Lukisan Kayu Madu Mahasiswa Mainan Anak-Anak Makanan dan Minuman Malang Martabak Masyarakat dan Persoalannya Matras Melukis & Menggambar Metro TV Mineral Miniatur Minyak Atsiri Mitra Mobil Motor Musik Nana Mulyana Narapidana Net TV Ngatmin Biola Bambu Obat dan Kesehatan Olah Raga Ondel-Ondel Online Organik Organisasi Sosial Pameran Panama Papers Pantang Menyerah Papan Selancar Paper Quilling Pariwisata Peluang Usaha Pemulung Pencucian Pendidikan Penelitian Penemuan Penyanyi Penyiar Peralatan Perhiasan Perikanan Permainan Perpustakaan Pertanian dan Perkebunan Perumahan Peternakan Pinterest Plastik Proses Produksi Psikologi dan Mental Putu Gede Asnawa Dikta Puyuh Radio Rancangan Rendang Resep dan Masakan Restoran Robot Roti Salak Sambal Sampah Sandal Sapi Sayur Mayur Sejarah dan Peradaban Sekolah Semarang Seni Seni Pahat Sepatu Sepeda Sindo News Slamet Triamanto Spa Strikingly Suprapto Surabaya Surat Kabar Tahun Baru Tas Tattoo Techno Park Teh Tekhnologi Televisi Telur Terrarium Tukang Cukur Tumang Twitter Venta Agustri Vespa Wanita dan Keindahan Wawancara Wayang Website Wetz Shinoda What's Up Wine Wordpress Yoga Yogyakarta You Tube