Hoki di Warung Makan
Sakit
yang mengharuskannya pulang ke Kulon Progo, ternyata membawa hikmah.
Meski setelah sembuh, bingung cari pekerjaan. Akhirnya dia menemukan
jalan kehidupan.
Bersama istri tercinta, Suharjo membuka warung bakso. Kebetulan sekali rumahnya berada di pinggir jalan, barat perempatan Janti. Tempat ini merupakan pemberhentian angkutan umum dari Kenteng menuju Sribit dan Girimulyo.
Pilihan berdagang ini, karena Suharjo sedikitnya terinspiranya oleh leluhurnya. “Kakek saya dulu juga membuka warung nasi. Bapak saya jualan mie. Lalu, saya mencoba jualan bakso,” katanya.
Ternyata, tak seperti yang dibayangkan. Beberapa bulan buka, warung tetap sepi. Suharjo rugi, warung baksonya gulung tikar.
Tak mau menyerah dan kehilangan harapan. Suharjo alih bidang, ganti usaha warung makan. Ternyata, warung makan lebih prospektif. Menu andalannya iwak kali. Sopir-sopir mangkal dan makan setiap hari di warungnya. Usaha warung makan Suharjo berjalan sukses.
Sebelum krismon tahun 1998, omzetnya sudah mencapai Rp. 1 juta sehari. Lalu saat dihantam krismon, mengalami penurunan “Warung saya memang sempat tutup. Bukan lantaran krismon. Tapi, masalah keluarga yang membuat saya kukut,” ungkapnya.
Tahun 2000, Suharjo susah lagi. Warung nasi yang susah payah dibangunnya, mati. Suharjo sendiri mencoba bertahan dengan bekerja serabutan. Menjadi makelar mobil dan bisnis multi level marketing. Selama tujuh tahun, dia bekerja tak tentu target. Asal dapat uang dan tak punya obsesi.
Ketidakpastian sumber kehidupan, membuatnya sadar. Sesudah tujuh tahun lamanya, Suharjo baru kembali merintis warung makannya. Bersama istrinya bahu membahu membangun bisnis lama.
Dalam waktu relatif singkat, pelanggan lamanya berdatangan lagi. “Semua itu mungkin karena warung saya punya ciri khas iwak kali. Menu iwak kali ini banyak disukai. Berapa pun banyaknya pasti habis terjual,” kata Suharjo.
Dengan kembalinya para pelanggan lama, warung nasi Suharjo mendapatkan kejayaannya kembali. Dalam waktu setahun, Suharjo mampu membeli mobil.
Kini, Suharjo semakin optimis. Omzetnya mencapai Rp. 2 juta sehari dan cenderung meningkat. Karena itu, Suharjo kini sedang bersiap merenovasi warungnya yang mulai buka subuh hari sampai jam tiga sore itu.
Artikel sebelumnya. Suharjo
(42), warga Janti Jantisrono Nanggulan, Kulon Progo, hanya tamatan
sekolah kejuruan menengah atas jurusan peternakan. Tetapi, pria ini telah
banyak makan asam garam kehidupan. Suami Tri Yuniati (40) ini, sukses
membuka warung makan sederhana di perempatan Janti Naggulan. Omzetnya
Rp. 2 juta sehari.
Penghasilan ini jauh lebih banyak dari yang pernah diperolehnya selama menjadi buruh pabrik di Jakarta. Suharjo,
memang mantan buruh pabrik. Juga buruh serabutan dan penarik becak di
Jakarta. Pekerjaannya yang berpindah-pindah itu memang sengaja. Katanya,
ingin mencari penghasilan lebih baik. “Ternyata, bekerja mengandalkan
ijazah itu hasilnya Cuma sedikit. Tidak bisa apa-apa, kecuali hanya
untuk makan,” tuturnya.
Bersama istri tercinta, Suharjo membuka warung bakso. Kebetulan sekali rumahnya berada di pinggir jalan, barat perempatan Janti. Tempat ini merupakan pemberhentian angkutan umum dari Kenteng menuju Sribit dan Girimulyo.
Pilihan berdagang ini, karena Suharjo sedikitnya terinspiranya oleh leluhurnya. “Kakek saya dulu juga membuka warung nasi. Bapak saya jualan mie. Lalu, saya mencoba jualan bakso,” katanya.
Ternyata, tak seperti yang dibayangkan. Beberapa bulan buka, warung tetap sepi. Suharjo rugi, warung baksonya gulung tikar.
Tak mau menyerah dan kehilangan harapan. Suharjo alih bidang, ganti usaha warung makan. Ternyata, warung makan lebih prospektif. Menu andalannya iwak kali. Sopir-sopir mangkal dan makan setiap hari di warungnya. Usaha warung makan Suharjo berjalan sukses.
Sebelum krismon tahun 1998, omzetnya sudah mencapai Rp. 1 juta sehari. Lalu saat dihantam krismon, mengalami penurunan “Warung saya memang sempat tutup. Bukan lantaran krismon. Tapi, masalah keluarga yang membuat saya kukut,” ungkapnya.
Tahun 2000, Suharjo susah lagi. Warung nasi yang susah payah dibangunnya, mati. Suharjo sendiri mencoba bertahan dengan bekerja serabutan. Menjadi makelar mobil dan bisnis multi level marketing. Selama tujuh tahun, dia bekerja tak tentu target. Asal dapat uang dan tak punya obsesi.
Ketidakpastian sumber kehidupan, membuatnya sadar. Sesudah tujuh tahun lamanya, Suharjo baru kembali merintis warung makannya. Bersama istrinya bahu membahu membangun bisnis lama.
Dalam waktu relatif singkat, pelanggan lamanya berdatangan lagi. “Semua itu mungkin karena warung saya punya ciri khas iwak kali. Menu iwak kali ini banyak disukai. Berapa pun banyaknya pasti habis terjual,” kata Suharjo.
Dengan kembalinya para pelanggan lama, warung nasi Suharjo mendapatkan kejayaannya kembali. Dalam waktu setahun, Suharjo mampu membeli mobil.
Kini, Suharjo semakin optimis. Omzetnya mencapai Rp. 2 juta sehari dan cenderung meningkat. Karena itu, Suharjo kini sedang bersiap merenovasi warungnya yang mulai buka subuh hari sampai jam tiga sore itu.
kerja keras pasti akan membuahkan hasil.....
ReplyDelete