Kalimat
mengharukan digulirkan Sammy Hagar -mantan vokalis Van Halen yang kini
mengibarkan bendera Chickenfoot bersama Joe Satriani, Michael Anthony
dan Chad Smith – saat di wawancara Dr Drew di HLN CNN. Ketika disinggung
soal Eddie Van Halen, dengan lugas Hagar menjawab: “Keinginan saya, sebelum kita (Hagar dan Eddie) meninggal, berteman kembali!”
Menghentak.
Pun bagi Dr Drew yang kemudian mengungkapkan, bahwa Eddie Van Halen
sebal terhadap Hagar. “Saya sungguh tidak tahu permasalahannya. Mungkin
ada sedikit kecemburuan. Jika saya dapat kesempatan berkawan dengan
Eddie lagi, akan saya lakukan detik ini juga,” tegas Hagar.
Permusuhan
dua rocker tersebut bukan rahasia lagi. Hagar merasa dilecehken ketika
‘ditendang’ dari Van Halen (1996). Meski sempat reuni (2003 – 2005),
hubungan tidak seharmonis saat mereka sama-sama menjadi ikon hard rock yang melejitkan belasan hits, seperti Dreams, Love Walk In, The Seventh Seal, Can’t Stop Loving you atau Right Now.
Makin
‘panas’ setelah Michael Anthony, basis dahsyat yang menjadi ikon Van
Halen disingkirkan. Diganti Wolfgang, anak Eddie Van Halen, yang
terhitung masih ‘hijau’. “Mestinya dia (Wolfgang) ngeband dengan remaja
seusianya. Kalau di Van Halen, belum saatnya, “ sindir Hagar, kala itu.
Bnayak yang kaget saat Hagar mengisyaratkan berdamai dengan mantan
sohibnya itu. Meski ada pula yang melecehkan Hagar, yang tidak konsisten
bila membicarakan Eddie. Selalu berbeda di setiap wawancara.
Tak ada yang indah selain berteman. Queen pernah melantunkannya: “friends will be friends ‘right ‘till the end.” Meski Rendra – dalam sajaknya – menganggap: “Kawan bisa baik sementara” fungsi teman sangat esensial dalam kehidupan ini.
Ekologi Pertemanan ala grup Band Van Halen |
Anggota
grup band Metallica dan Van Halen sedang pose bersama di belakang
panggung saat pagelaran "the Monsters of Rock Tour" pada tahun 1988
Manusia
tidak bisa hidup sendiri. Terlebih ketika sedang menghirup duka cita.
Seorang pelaku seni yang terkapar sakit, menangis mendalam, ketika
teman-teman lama menjenguk. Termasuk orang yang dimusuhinya. Saat masih
sehat dan lincah, si sakit ini getol mengobrak keburukan musuhnya itu,
di hadapan teman-teman. Dalam kondisi tubuh ringkih, di sela sengal
napasnya, hanya menyesal yang bisa dilakukan. Orang yang dulu dibenci
dan difitnah, kini mendatangi, berempati dan memberi dorongan semangat.
Kalimat Rendra pun terbukti: “Ada saat-saat kita tak berdaya bukan oleh duka, tetapi karena harus semata”.
Selain
memang dianjurkan agama, berteman adalah molekul yang harus dipunyai
setiap jiwa. Berkali, sebuah penyesalan karena tidak berteman
(bermusuhan) terucap setelah salah satunya meninggal. Saat tepat bila
Hagar ingin memperbaiki hubungan dengan Eddie. Damai itu dibutuhkan.
Teman dan tetangga itu penting. Hal tersebut pun terucap pada pemikiran
Joachim von Ribbentrop: “Bila ingin hidup tenang, maka tetangga-tetangga harus ditaklukkan lebih dulu” eh salah. Mungkin saja ungkapan ini tidak tepat.
Tentunya yang paling tepat adalah garis pemikiran dari Sigmund Freud, yakni “agiaam kita dapat hidup dalam dunia yang begitu bermusuhan!”
No comments:
Post a Comment
Waktu begitu cepat berlalu mengiring langkah dalam cerita. Terbayang selalu tatapanmu dalam lingkaran pemikiran positif ku. Para pembaca blog Warga Desa (https://warga-desa-worlds.blogspot.com) adalah teman yang terindah. Saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan komentar.