Aldi Priambodo. Dalang Anak, Penerus Masa Depan Wayang |
Nomor undian pertama yang berada dalam genggamannya, tak membuat Aldi menjadi grogi. Sudah lama ia mempersiapkan diri. Kelir yang terbentang seperti siap menjadi saksi perjalanannya menjadi seorang dalang. Pun deretan wayang tersusun rapi di atas gedebog.
Ia semakin bersemangat ketika dua sinden cantik mulai mengalunkan sebuah tembang. Apalagi ketika para pengrawit mulai turut meramaikan suasana dengan suara gamelan. Dengan durasi pertunjukan 40 menit, Aldi memilih lakon Jabang Tutuko dalam gaya pakeliran Yogyakarta. Lakon ini berkisah tentang kelahiran Gatot Kaca. Cempala sudah berada di kakinya dan ia siap memukulkannya ke kotak wayang yang berada tak jauh dari sisinya. Goro-goro penghangat suasana, tak lupa disisipkannya. Pun, sabetan ala Aldi sudah dipersiapkannya dengan matang. Ia ingin penonton tak jenuh dalam menyimak penampilannya.
“Wayang bisa melakonkan budi pekerti seseorang. Yangbaik bia kita contoh. Yang buruk, dapat kita tinggalkan,” kata ALdi usai pementasan.
Aldi
memang tak membuat penampilannya sebagai sebuah beban. Ia terkesan
seperti membiarkan apa yang ingin dikerjakan. Ia begitu menikmati
penampilannya.
“Menjadi dalang, awalnya memang hanya hobi. Tetapi, semakin hari saya malah menjadi enjoy dengan dunia pedalangan. Hingga akhirnya, saya mulai memiliki jam terbang,” tambah siswa kelas 7 SMPN 8 Yogyakarta ini.
Menurut
sang ibu, Retno Indriani, darah seni tak mengalir langsung darinya
maupun sang Ayah. Darah seni itu mengalir dari eyang buyut Aldi, yang
dahulu merupakan pelaku wayang Sejak duduk di bangku kelas 4 SD, Aldi
memang gemar mendongeng dan bermain wayang kardus. Ia akhirnya masuk ke
kelas dalang.
“Sebagai orangtua, saya patut berbangga . Buah hati saya punya keahlian khusus. Kami hanya bisa memberi yang terbaik dan support untuk Aldi. Lha wong
kami tidak tahu wayang sama sekali. Baru semenjak Aldi punya jam
terbang, sedikit demi sedikit, kami mulai belajar apa itu wayang,”
urainya.
Belajar menjadi seorang dalang andal memang tidak mudah. Banyak hal yang harus dipelajari oleh Aldi, mulai dari geguritan, macapat, gending dan cengkok.
Aldi juga harus paham benar dengan cerita atau lakon yang akan
dimainkan. Toh demikian, yang terpenting dan utama dari semua itu,
menurut Aldi, tetapi satu, Yaitu, dukungan dari orang tua serta
lingkungan yang mengalir tanpa jeda!
“Kesenian
wayang sama hal dengan olahraga. Ketika saya memainkannya, semua
anggota badan sesungguhnya sudah bergera, mulai dari mulut, tangan dan
kaki. Mendalang juga bisa digunakan untuk melatih konsentrasi sehingga
otak kanan dan kiri bisa bekerja dengan seimbang,” papar si putra sulung
ini.
Retno
punya harapan besar terhadap seni pendalangan. Ia ingin seni ini bisa
merambah ke dunia anak-anak agar kelak wayang bisa tetap bertahan di
tengah gempuran perkembangan zaman.
“Peminat
wayang sudah semakin berkurang, tak terkecuali generasi muda. Mereka
yang mau mendalami seni pedalangan sebenarnya merupakan anak-anak
pilihan. Di pundak mereka kita titipkan masa depan wayang Indonesia,”
katanya.
Aldi
menjadi satu contoh dari sekian banyak anak Indoensia yang secara aktif
melibatkan diri dalam pelestarian budaya. Ia sudah memututskan menjadi
pelaku seni. Wayang dan seni pendalangan akhirnya seperti mendarah
daging dalam dirinya. Kini, Aldi punya satu mimpi, kelak ia ingin
seperti Ki Timbul Hadiprayitno, dalam kondang idolanya.
Sumber penulisan:
https://www.facebook.com/notes/wayang-nusantara-indonesian-shadow-puppets/dua-dalang-cilik-mewakili-diy/10150325390276110/
https://daerah.sindonews.com/read/681030/22/8-dalang-cilik-adu-kemampuan-1350567688
http://ikadbudi.uny.ac.id/informasi/ideologi-versus-identitas-dalam-pagelaran-wayang-kulit
http://jateng.tribunnews.com/2011/05/25/delapan-dalang-cilik-berlomba-di-yogyakarta
https://republiksenijogjakarta.wordpress.com/2015/10/30/festival-dalang-bocah-di-hari-wayang-dunia/
http://indonesiakreatif.bekraf.go.id/iknews/regenerasi-dalang-di-festival-dalang-bocah-se-diy/
https://m.tempo.co/read/news/2011/05/24/113336487/berebut-predikat-dalang-cilik-terbaik-di-yogyakarta
http://ourequity.blogspot.co.id/2011/06/festival-dalang-anak-2011-parade.html
http://koranjogja.blogspot.co.id/2010/05/festival-dalang-anak-remaja-putra-putri.html
Sumber penulisan:
https://www.facebook.com/notes/wayang-nusantara-indonesian-shadow-puppets/dua-dalang-cilik-mewakili-diy/10150325390276110/
https://daerah.sindonews.com/read/681030/22/8-dalang-cilik-adu-kemampuan-1350567688
http://ikadbudi.uny.ac.id/informasi/ideologi-versus-identitas-dalam-pagelaran-wayang-kulit
http://jateng.tribunnews.com/2011/05/25/delapan-dalang-cilik-berlomba-di-yogyakarta
https://republiksenijogjakarta.wordpress.com/2015/10/30/festival-dalang-bocah-di-hari-wayang-dunia/
http://indonesiakreatif.bekraf.go.id/iknews/regenerasi-dalang-di-festival-dalang-bocah-se-diy/
https://m.tempo.co/read/news/2011/05/24/113336487/berebut-predikat-dalang-cilik-terbaik-di-yogyakarta
http://ourequity.blogspot.co.id/2011/06/festival-dalang-anak-2011-parade.html
http://koranjogja.blogspot.co.id/2010/05/festival-dalang-anak-remaja-putra-putri.html
No comments:
Post a Comment
Waktu begitu cepat berlalu mengiring langkah dalam cerita. Terbayang selalu tatapanmu dalam lingkaran pemikiran positif ku. Para pembaca blog Warga Desa (https://warga-desa-worlds.blogspot.com) adalah teman yang terindah. Saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan komentar.