Sepatu dari kulit, itu sudah biasa. Tapi bagaimana jika alas kaki modern tersebut dibuat dari Bambu? Faktor inilah yang perlu dijadikan pertanyaan. Pastinya keberanian dan jiwa pantang menyerah menjadi modal utama Pak Taufiq Rahman terjun dalam dunia bisnis.
Lahir di Jombang, 8 November 1964, si anak Desa mengaruhi berbagai tipikal pekerjaan sebagai tenaga pemasar selama 20 tahun. Memulai kehidupan baru di Ibu Kota, ia sempat mencicipi kesempatan kerja di perusahaan Farmasi. Kemudian mencoba untuk meraih sejumlah pengalaman sebagai pemasok barang-barang komputer, pabrik kaus kaki dan penyalur pupuk organik.
Tak jarang alur ceritanya berpacu pada peruntungan yang sama sekali berbeda dari jenis usaha sebelumnya, yaitu: juragan restoran seafood. Aneh atau tidak, mungkin dari situlah ia bisa sukses seperti sekarang. Konon isterinya, Ibu Aisyah sempat pesimis dengan semua yang telah ia lakukan. Bahkan ia berujar bila karir sebagai pengusaha bukanlah jalur hidupnya. Seraya ia menyatakan komitmennya saat itu kepada Harian Kontan (24/03/2015), "Tapi, tak pernah keluar dari jalur marketing, jadi saya memang sudah menguasai bidang ini."
Kerugian yang Sempat Terbayar.
Belum pernah mendapatkan laba atau keuntungan, hingga pernah mencoba untuk menjaminkan sertifikat rumahnya ke Bank. Di mulai pada tahun 2003, semua kisah kegagalan sepertinya akan berakhir. Karena usaha pembuatan kaos kaki bermerek Parker, keberuntungan mulai menyapanya. Melalui sisa pesangon sebesar Rp. 40 juta, Pak Taufik membeli sebuah mesin jahit dan memperkejakan 1 ( satu) karyawan.
Prinsip menjaga mutu produk ternyata mampu membawa perubahan bagi ekonomi keluarganya. Usaha yang awalnya kecil dan semakin lebih baik dari hari ke hari karena pemesanan. Apalagi ia tak segan untuk mengimpor benang bambu dari daratan Cina. Lalu mencoba menerima seratnya saja sebanyak 5 ton pada keesokan tahunnya untuk kemudian dipintal sendiri di Bandung. "Mulainya 2010, awalnya kaos kaki dulu. Awalnya mau fokus kaos kaki, sepatu ke t-shirt dan sweater," ungkapnya kepada Harian Detik (24/04/2016) dan menambahkan, "Saya hampir 2 tahun cuma diketawain orang aja, diangkain bohong. Karena saya nggak bisa buktiin bambu beneran apa bohong."
Masa-masa itu penuh dengan perjuangan. Soalnya, keunggulan dari benang bambu belum begitu populer. Untuk meyakinkan investor, ia pun perlu menjelaskan secara panjang lebar tentang manfaat. Namun Pak Taufik tidak patah arang. Laporan riset & penelitian akhirnya dijadikan landasan bagi setiap persentasinya. "Serat bambu itu unik karena mempuanyai daya serap keringat yang sangat bagus. Dalam penelitian, serat bambu itu 3,5 kali lebih kuat menyerap air daripada katun," jelasnya kepada Metro News (29/04/2014), selain itu, "Serat bambu ramah lingkungan karena tak menghasilkan limbah."
Hasilnya memang tak mengecewakan, tapi dia harus menunggu selama 2 tahun hingga laku dan sempat mengalami kerugian. Jawabnya, "Tak mengapa rugi, yang penting saya mendapat pengalaman dan pembelajaran dari kegagalan itu."
Keyakinan yang lebih Pantas.
Keberanian untuk menerapkan strategi baru di tahun 2012 terlihat lebih meyakinkan kiranya. Berbagai pameran fashion dan UKM di berbagai Negara diikutinya. Terbukti responnya sangat positif. Produsen dari Amerika, Italia, dan Malaysia telah tercatat sebagai pembeli aktif dalam daftar neraca keuangan bengkelnya.
Akhirnya sukses juga, namun wow! Pria yang telah memiliki tiga anak tidak berhenti hanya disitu. Sambutan hangat akan produk kreasinya, kaos kaki Parker, memicu dia untuk tidak berhenti berinovasi. Kali ini, ia menginvestasikan uangnya sebesar Rp. 100 juta untuk membuat sepatu serat bambu.
Berasal dari hambatan dalam bisnis yang membuat dia semakin lebih kreatif. Kiranya pada tahun 2010, Pak Taufik pernah berhasil menghasilkan sepatu berbahan kulit sapi setiap bulannya. Suatu saat ia mengalami kesulitas untuk mendapatkan bahan. Kemudian ia mencoba mengganti sumber yang ada dengan bahan baku yang lebih natural. Terpilihlah bahan kulit sepatu dari: ikan nilai, ular, biawak, dan katak lebuh. . . . . . Aneh-aneh aja! Lantas ia bergumam, "Justru kalau ada jenis kulit yang aneh saya tertarik. Itu yang membuat saya berpikir kreatif."
Sebagai seorang pakar, Pak Taufiq menjawab keinginan pasar akan sepatu berkualitas dan aman melalui kreasi buatan tangan langsung dari pengrajin lokal. Proses pembuatan per satu pasang membutuhkan waktu 2 hingga 5 hari. Sebanyak 25 pengrajin diikutsertakan guna memproduksi 1.000 set sepatu per bulannya. Adapun proses pembuatannya meliputi serat bambu dipintal menjadi benang, lalu dicelup, kemudian dirajut sesuai corak yang diinginkan. Barulah bagian tersebut diproses dan digabungkan dengan bagian bawah. Sentuhan dimulai dari bagian atas, lining (lapisan), insole, outsole, hingga heel (tumit).
Hasil Kerja Keras.
Menekuni passion bukan perkara mudah. Namun seiring dengan waktu, bila dijalani dengan serius, keberhasilan bisa diraih. Itulah yang dialami oleh pria asal Jombang sejak ia berusia 39 tahun.
Seiring dengan waktu, kini dia telah berhasil menambah kreasi pengolahan serat bambu menjadi berbagai jenis produk garmen: pakaian, baju dalam, celana dan tas. Berkat berbagai upaya yang dilakukan untuk mengembangkan disiplin ilmunya, ia pun pernah meraih certified ISO 9001 dan penghargaan sebagai produk UKM inovasi terbaik di tahun 2014.
Harga produknya pun beragam dan relatif memiliki nilai yang kompetitif. Melalui tenaga kerja yang saat ini berjumlah 200 orang, Kaos kaki dihargakan Rp. 70.000 hingga Rp. 100.000, T-Shirt Rp. 200.000 sampai Rp. 400.000, sweater Rp. 500.000 dan alas kaki modern atau sepatu dibanderol Rp. 400.000 s/d Rp. 1 juta per pasang.
Bangga dong? Kita pun mendengarnya senang banget. Tapi kembali ia menyusun suasana menarik dan juga surprise. Jerih payah selama hampir 2 dasawarsa mengajarkan dia untuk selalu ingat akan cerita masa perjuangan. Walau omzet perusahaannya diperkirakan telah mampu mendapatkan keuntungan sebesr Rp. 2 miliar per bulan, Pak Taufik belum melanggengkan bentuk usahanya menjadi Perseroan atau jenis badan usaha lain.
Mengapa? Dia menilai, skala bisnis UKM terasa lebih sesuai bagi kinerja usaha sejenis untuk bidang produksi maupun pengaturan organisasi. Terlebih lagi, UKM harus siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Sumber Penulisan:
mantap pak....inspiratif sekali
ReplyDeleteBenar Pak. . . . . . . Ora Wedi karo jenenge 'Kerja Keras' yang positif.
Delete