Friday, July 22, 2016

Tukang Becak di Indonesia Memiliki Laba Rp. 400 Juta per Bulan, 10 Mobil, dan 2 Pabrik

Berbekal kemampuan seadanya, semangat, serta kesungguhan, Pak Sanim telah mampu memiliki Rp. 400 juta per Bulan. Padahal ia hanyalah anak desa lulusan Sekolah Dasar kelas 4 dan seorang tukang becak yang pernah memiliki PENGALAMAN KERJA sebagai Kuli Angkut pada Pabrik Garam di Cirebon. Seperti apa konsep kehidupannya hingga bisa menjadi sukses sampai sekarang ini? Mari kita baca bersama-sama.
Tukang Becak di Indonesia Memiliki Laba Rp. 400 Juta per Bulan, 10 Mobil,
dan 2 Pabrik
Namanya Pak Sanim, seorang warga desa yang hanya menempuh pendidikan tertinggi sampai kelas 4 SD. Hampir setiap hari dia mangkal bersama kendaraan favoritnya, tidak jauh dari persimpangan sebuah pabrik garam di kota Cirebon.

Layaknya seperti tukang becak lainnya, setiap hari menggantungkan hidupnya di sana, menunggu para penumpang, diantarkan ke suatu tempat dan dari situ, dia mendapatkan penghasilan untuk keluarga. . . . . . .Tapi, ada satu hal yang berbeda setelah 2 tahun kemudian.

Awalnya sekedar tontonan belaka saat ia hilir mudik mencari pelanggan. Hingga suatu saat pria asal desa Rawa Urip kecamatan Pangenan mengikuti jejak teman-temannya untuk melamar pekerjaan di pabrik tersebut sebagai buruh angkut. Siapa tahu? Hidupku menjadi lebih baik gumamnya saat itu.

Kiat untuk keluar dari kemiskinan, salah satunya dibutuhkan komitmen yang kuat, namun sederhana.
Tukang Becak di Indonesia Memiliki Laba Rp. 400 Juta per Bulan, 10 Mobil,
dan 2 Pabrik
 Kiat untuk keluar dari kemiskinan, salah satunya dibutuhkan komitmen yang kuat, namun sederhana.

Setelah 2 tahun menjadi Tukang Becak.

Berbekal kemampuan seadanya, semangat, serta kesungguhan, Pak Sanim terlihat semakin cocok dengan pekerjaannya. Cuma lama-kelamaan, tuntutan keadaan mengarahkan skill yang telah diperoleh kepada sesuatu yang lebih penting saat teringat dengan kampung halaman dan orang tuanya.

Memang kebetulan desanya berada di wilayah pesisir yang sangat dekat dengan lautan. Apalagi setelah 2 bulan bekerja, ia sudah cukup memahami tentang perilaku pangsa pasar yang akan dihadapi. Sempat ia menjelaskan kepada Harian Kompas (09/07/2012), "Setelah dua bulan bekerja, saya pun berpikir, daerah kita kan punya potensi garam, loh kenapa saya tidak bisa membuat garam sendiri."

Tentu saja cita-cita itu didukung oleh sang isteri yang juga berasal dari desa yang sama. Sesampainya di kampung, Pak Sanim selekasnya menjalankan ide yang telah terbentuk. Bermodalkan beberapa empang warisan orang tua, penerapan kinerja memanfaatkan fasilitas yang ada guna mengumpulkan air laut ke dalam petak-petak yang telah dipersiapkan. Lalu, air laut yang terkumpul akan menguap sendiri akibat penyinaran dari sinar matahari.

Air dibiarkan menguap hingga kemudian menghasilkan partikel-partikel garam berbentuk kristal yang masih mengandung senyawa Natrium Clorida (NaCl). Kristal-kristal inilah yang selanjutnya dikumpulkan oleh para petani untuk kemudian dicuci berulang kali sampai bersih dan dijemur lagi hingga menghasilkan garam. Setelah garam mentah dihasilkan, proses penyaringan acapkali dilakukan untuk memperoleh Kristal Natrium Clorida yang asli.

Pada awalnya pola kerja dari usaha Pak Sanim mengikuti proses diatas secara lengkap. Namun seiring dengan kebutuhan akan efesiensi dan efektifitas kerja, uang sebesar Rp. 20 juta dikeluarkan untuk membeli alat pencuci khusus garam krosok dan cenderung pengolahannya dengan membeli garam masih kotor dari para petani garam seharga RP. 400/kg. Setelah jadi, harga jualnya pun tidak mahal, yakni Rp. 810.

Berkat ketekunan dan konsistensi, pelanggan garam olahan buatan Pak Sanim pun bertambah banyak dari bulan ke bulan.
Tukang Becak di Indonesia Memiliki Laba Rp. 400 Juta per Bulan, 10 Mobil,
dan 2 Pabrik
 Berkat ketekunan dan konsistensi, pelanggan garam olahan buatan Pak Sanim pun bertambah banyak dari bulan ke bulan.

Tetap mempertahankan Kinerja Produksi dengan menggunakan Mesin Tradisional.

Kebetulan sekali bila sampai saat ini, Pak Sanim lebih menitikberatkan semua proses pengolahan melalui pengunaan mesin-mesin tradisional untuk menghasilkan garam grosok menjadi garam ber-yodium. Selain dianggap memiliki daya tahan yang kuat, mesin tradisional senantiasa tidak menimbulkan suara yang bising dibandingkan mesin modern berbahan besi. Plus, mesin tradisional adalah warisan leluhur yang perlu dijaga.

Alhasil, berkat ketekunan dan konsistensi, pelanggan garam olahan buatan Pak Sanim pun bertambah banyak dari bulan ke bulan. Sampai suatu saat ia berniat mendirikan pabrik garam sendiri pada 17 Agustus 1982 dengan mempekerjakan para tetangganya sebagai karyawan. Hal tersebut sempat ia ungkapkan secara gamblang kepada Harian Detik (17/07/2012), "Lambat laun ternyata keuntungan kita tambah besar dan banyak peminatnya. Akhirnya kita menambah karyawan dari tetangga-tetangga kita lalu kita bisa membeli tanah untuk tempat produksi yang lebih lagi dan sekarang ada pabrik, yakni pabrik garam."

Awalnya hanya 1 truk per minggu, lambat laun permintaan tambah terus hingga saat ini setiap hari dikirim garam krosok ke berbagai wilayah di Cirebon, Kuningan, dan Jawa Tengah. Paling sedikit 4 truk kadang kala bisa sampai dengan 6 truk per harinya. Permintaan garam mampu dipenuhi dengan baik karena proses pengolahan yang lebih mumpuni. Terhitung sejak tahun 1992, sekitar 900 ton adalah jumlah rata-rata produk garam yang biasa dihasilkan dalam waktu 1 tahun.

Akibat kisah sukses Pak Sanim, Bank BJB semakin giat menjalin hubungan kemitraan dengan UMKM. Berikut Dirut Bank BJB, Pak Ahmad Irfan terlihat begitu semangat membuat seminar Kewirausahaan di Padeglang, Bandung.
Tukang Becak di Indonesia Memiliki Laba Rp. 400 Juta per Bulan, 10 Mobil,
dan 2 Pabrik
 Akibat kisah sukses Pak Sanim, Bank BJB semakin giat menjalin hubungan kemitraan dengan UMKM. Berikut Dirut Bank BJB, Pak Ahmad Irfan terlihat begitu semangat membuat seminar Kewirausahaan di Padeglang, Bandung.

Walau badai Krisis menerpa, Usaha Garam Pak Sanim tidak goyah.

Lonjakan keuntungan Haji Sanim terasa makin lebih baik saat bangsa ini mengalami krisis ekonomi di tahun 1997. Ketika itu, harga produk garam yang dijualnya meroket dari Rp. 300 per kg menjadi Rp. 800 per kg (Saat ini kembali lagi Rp. 300 - 400). Di tahun itu pula, H Sanim langsung mempergunakan keuntungan yang diraih untuk membeli beberapa kendaraan operasional.

Ketika usahanya tumbuh dan membutuhkan tambahan modal, ia sempat ditolak saat mengajukan pinjaman ke sebuah bank di tahun 2000. Karena dinilai bangunan perusahaannya masih berupa bilik sehingga tidak memiliki prospek yang menjanjikan. Padahal sejak tahun 1985, dirinya sudah menjadi nasabah pada bank tersebut. Anehnya, ia justru mendapatkan pinjaman dari bank lain yang bernama Bank BJB. "Saya kaget, kok Bank BJB baik yah," ungkapnya dengan lugu kepada Harian Republika (20/12/2012).

Tak banyak basa-basi, dirinya langsung menyampaikan kebutuhan modal usaha yang mencapai Rp. 100 juta per tahun. Bantuan modal dari Bank BJB itulah yang mengantarkan H Sanim semakin sukses dan berkembang dalam menjalankan bisnis garam. Hingga 2010, dirinya ditopang bantuan modal oleh Bank BJB. Per tahun, bantuan yang diterima dari Bank BJB berkisar Rp. 100 juta hingga Rp. 150 juta. Setiap tahun pula, dirinya berhasil melunasi seluruh pinjamannya. Bahkan di tahun 2012, dirinya kembali mengajukan bantuan modal kepada Bank BJB (www.bankbjb.co.id) hingga Rp. 500 juta.

Kini, aset yang dimilikinya adalah berupa tanah sekitar 3 hektar, serta 10 unit mobil. Tiga diantaranya mobil pribadi tipe Daihatsu Taruna, Honda Jazz, dan mobil pertama, Daihatsu Espass yang dibeli pada tahun 1997. Sisanya, 7 mobil angkut truk bermerek Fuso. Pekerja di pabriknya pun sudah mencapai 60 orang. Setiap bulan, H Sanim berhasil menjual 2.000 ton garam dan 1.700 ton pupuk. Jadi bukan tidak mungkin bila omzet sebanyak Rp. 400 juta merupakan perhitungan wajar yang pantas ia terima untuk tiap bulannya. Berhasil hasil tersebut, ia bisa menunaikan ibadah haji hingga beberapa kali dan mampu membiayai ke 4 anaknya sampai jenjang kesarjanaan.

Begitupun juga dengan Guru Besar Fakultas Ekonomi dari Universitas Indonesia, Rhenald Kasali pun menyambut kisah Pak Sanim secara sangat antusias.
Tukang Becak di Indonesia Memiliki Laba Rp. 400 Juta per Bulan, 10 Mobil,
dan 2 Pabrik
Begitupun juga dengan Guru Besar Fakultas Ekonomi dari Universitas Indonesia, Rhenald Kasali pun menyambut kisah Pak Sanim secara sangat antusias.

Bahkan Pakar Ekonomi Ternama pun Bingung sendiri.

Kalau mau kita kenang kembali, memang cerita sukses dari Pak Haji Sanim tergolong unik, menarik, dan seringkali membuat orang lain tercengang. Bagaimana tidak? Lha wong dia ini hanyalah seorang tukang becak, apalagi bisnis yang ia jalankan bukanlah saham atau barang dagang yang acapkali sarjana temukan di buku-buku sekolah.

Namun itulah perjalanan hidupnya dan Rhenald Kasali sangat menyambut kisahnya secara sangat antusias. "Banyak sekali orang yang menjadi tukang becak selama 20 tahun dan bahkan hingga akhir hayatnya. Tapi Pak Sanim berubah, justru Pak Sanim melihat dirinya ada potensi. Dan sekarang, Pak Sanim menjadi pengusaha besar di bidang garam. Ketika sebagian besar orang justru ingin impor garam. Pak Sanim berkutat untuk penyelamatan garam Indonesia, terang Guru Besar Fakultas Ekonomi dari Universitas Indonesia saat peluncuran buku terbarunya pada 5 Juli 2012 di gedung WTC, Jakarta.



Berbekal kemampuan seadanya, semangat, serta kesungguhan, Pak Sanim telah mampu memiliki Rp. 400 juta per Bulan. Padahal ia hanyalah anak desa lulusan Sekolah Dasar kelas 4 dan seorang tukang becak yang pernah memiliki PENGALAMAN KERJA sebagai Kuli Angkut pada Pabrik Garam di Cirebon. Seperti apa konsep kehidupannya hingga bisa menjadi sukses sampai sekarang ini? Mari kita baca bersama-sama.Berbekal kemampuan seadanya, semangat, serta kesungguhan, Pak Sanim telah mampu memiliki Rp. 400 juta per Bulan. Padahal ia hanyalah anak desa lulusan Sekolah Dasar kelas 4 dan seorang tukang becak yang pernah memiliki PENGALAMAN KERJA sebagai Kuli Angkut pada Pabrik Garam di Cirebon. Seperti apa konsep kehidupannya hingga bisa menjadi sukses sampai sekarang ini? Mari kita baca bersama-sama.Berbekal kemampuan seadanya, semangat, serta kesungguhan, Pak Sanim telah mampu memiliki Rp. 400 juta per Bulan. Padahal ia hanyalah anak desa lulusan Sekolah Dasar kelas 4 dan seorang tukang becak yang pernah memiliki PENGALAMAN KERJA sebagai Kuli Angkut pada Pabrik Garam di Cirebon. Seperti apa konsep kehidupannya hingga bisa menjadi sukses sampai sekarang ini? Mari kita baca bersama-sama.

Berbekal kemampuan seadanya, semangat, serta kesungguhan, Pak Sanim telah mampu memiliki Rp. 400 juta per Bulan. Padahal ia hanyalah anak desa lulusan Sekolah Dasar kelas 4 dan seorang tukang becak yang pernah memiliki PENGALAMAN KERJA sebagai Kuli Angkut pada Pabrik Garam di Cirebon. Seperti apa konsep kehidupannya hingga bisa menjadi sukses sampai sekarang ini? Mari kita baca bersama-sama.Berbekal kemampuan seadanya, semangat, serta kesungguhan, Pak Sanim telah mampu memiliki Rp. 400 juta per Bulan. Padahal ia hanyalah anak desa lulusan Sekolah Dasar kelas 4 dan seorang tukang becak yang pernah memiliki PENGALAMAN KERJA sebagai Kuli Angkut pada Pabrik Garam di Cirebon. Seperti apa konsep kehidupannya hingga bisa menjadi sukses sampai sekarang ini? Mari kita baca bersama-sama.



No comments:

Post a Comment

Waktu begitu cepat berlalu mengiring langkah dalam cerita. Terbayang selalu tatapanmu dalam lingkaran pemikiran positif ku. Para pembaca blog Warga Desa (https://warga-desa-worlds.blogspot.com) adalah teman yang terindah. Saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan komentar.

Label

Agama Air Minum Alat Musik Alumunium Angklung Artis Asmara Automotif Bahan Bakar Bali Bambu Bandung Bank Bank Sampah Barang Bekas Batam Batik Becak Beras Besakih Biola Blogspot Boneka Buah-buahan Budaya dan Tradisi Buka Lapak Buku Bunga Burger Burung Cafe Charlie Tjendapati CNBC Cobek Dandung Santoso Daur Ulang Desa Desain Dodol E-mail Eceng Gondok Edie Juandie Ekonomi dan Perdagangan Es Krim Facebook Flipboard Flora dan Fauna Fruit Carving Furnitur Gadget Gamelan Garam Gerai Gerobak Gitar Google Plus Gula Hari Raya Harian Merdeka Haryadi Chou Hewan Hiburan dan Wisata Hidayah Anka Hidroponik Hijab Hotel http://www.duahari.com Hukum dan Politik Indra Karyanto Instagram Internet Internet Marketing ITB Jagung Jajanan Jamu Jamur Tiram Jangkrik Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Jepang Kain dan Pakaian Kaleng Kalimantan Kamera Kapal Laut Karaoke Kartun Kecantikan Kecap Keju Kelautan Kelinci Kemasyarakatan Kendaraan Kerajinan Kereta Kertas Kiat dan Tip Kisah Hidup Koki Komputer dan Teknologi Kopi Koran Kuda Pustaka Kuliner Kumpulan Kurir LA Time Laptop Si Unyil Lidah Buaya Linkedin Liputan 6 Logam Lukisan Kayu Madu Mahasiswa Mainan Anak-Anak Makanan dan Minuman Malang Martabak Masyarakat dan Persoalannya Matras Melukis & Menggambar Metro TV Mineral Miniatur Minyak Atsiri Mitra Mobil Motor Musik Nana Mulyana Narapidana Net TV Ngatmin Biola Bambu Obat dan Kesehatan Olah Raga Ondel-Ondel Online Organik Organisasi Sosial Pameran Panama Papers Pantang Menyerah Papan Selancar Paper Quilling Pariwisata Peluang Usaha Pemulung Pencucian Pendidikan Penelitian Penemuan Penyanyi Penyiar Peralatan Perhiasan Perikanan Permainan Perpustakaan Pertanian dan Perkebunan Perumahan Peternakan Pinterest Plastik Proses Produksi Psikologi dan Mental Putu Gede Asnawa Dikta Puyuh Radio Rancangan Rendang Resep dan Masakan Restoran Robot Roti Salak Sambal Sampah Sandal Sapi Sayur Mayur Sejarah dan Peradaban Sekolah Semarang Seni Seni Pahat Sepatu Sepeda Sindo News Slamet Triamanto Spa Strikingly Suprapto Surabaya Surat Kabar Tahun Baru Tas Tattoo Techno Park Teh Tekhnologi Televisi Telur Terrarium Tukang Cukur Tumang Twitter Venta Agustri Vespa Wanita dan Keindahan Wawancara Wayang Website Wetz Shinoda What's Up Wine Wordpress Yoga Yogyakarta You Tube