Pasti meraih manisnya hidup.
Artikel sebelumnya. Semula yang menjalani sebagai tukang rosok adalah Sukinah, istri Ngaatijan Kismo Utomo. Karena penghasilan tukang rosok lebih banyak, Utomo, panggilan Ngatijan, mengikuti jejak sang istri. Mereka membeli sepeda dari uang tabungan. Sehari-hari keduanya runtang-runtung cari rosok. Blusukan dari kampung ke kampung.
Istrinya, Pak Utomo menjadi sopir yang jarang sekali pulang. “Saya sering membeli karung bekas pakan ayam dipeternakan ayam petelur. Selain membeli karung, beli telur bucekan (pecah) yang langsung saya setorkan ke pengusaha roti bolu,” kenang Sukinah.
Ketika krisis moneter tahun 1997, perusahaan kue bolu itu bangkrut. Oleh pemiliknya kemudian peralatan pembuat roti berikut semua karyawan yang ada ditawarkan kepada Sukinah.
“Saya tidak sanggup kalau harus menanggung karyawan. Tapi kalau boleh mengambil peralatannya saja saya mau. Akhirnya peralatan boleh diambil dengan harga yang disepakati,” papar Sukinah yang tidak sempat menuntaskan sekolahnya di SPG Wirobrajan. Sedangkan Ngatijan Kismo Utomo bahkan tak tamat SD.
Resep Khusus.
Semula hanya membuat roti bolu kecil-kecil yang disetorkan ke pasaran. Waktu itu yang mengerjakan anak sulungnya bernama Sinung, nama itu kemudian dipakai untuk lebel dagangnya sampai sekarang.
Ketika ada seorang guru memesan roti gulung sebanyak 5 kardus, order itu dikerjakan. Mungkin karena cocok rasanya, pemesan roti gulung semakin banyak. Akhirnya, dari mulut ke mulut kabar roti gulung Mbak Sinung banyak dikenal.
“Terus terang, kita tidak punya modal kuat ketika itu. Lalau saa bilang sama pedagang bahan roti, bagaimaan kalau saya minta bahan dulu. Setelah pesanan roti dibayar baru saya unasi. Karena berbekal kepercayaan dan kejujuran, sampai sekarang kerja sama itu masih berlangsung. Bahkan permintaan bahan berapa pun jumlahnya, dia siap melayani,” ungkap Utomo yang dibenarkan sang istri.
Pasangan suami istri yang memiliki 7 anak dan sudah mempunyai 8 cucu ini, tidak pernah megnecewakan pelanggannya. Pelayanan terhadap pelanggan pasti memuaskan. Tidak heran kalau jangkauan jelajah pasaran rotinya yang hanya dari mulut ke mulut itu sampai ke luar daerah, seperti Surakarta, Purworejo, Muntilan, Magelang.
Hebatnya, untuk biaya antara sampai ke alaman pemesan kalau masih dalam kota berapa pun pesanannya, tidak dikutip ongkos kirim. Kalau sudah sampai luar daerah biasa ada ongkos kirim yang tidak memberatkan konsumen.
Soal resep, tidak ada yang dirahasiakan. Semua karyawannya diberi tahu resepnya. Saat ini, ada 12 karyawan tetap. Perhari minimal melayani 12 dus. Bila musim hajatan, jumlah pesanan membengkak. Maka, harus menambah karyawan freelance. Para karyawannya itu diberitahu resep pembuatan kue. Bahkan jika ada yang ingin lepas dan mandiri buka usaha, dipersilahkan.
Utomo mengungkapkan, usahanya tak selalu mulus. Beberapa kali dikelabui pemesan. Barang sudah diantar, tapi belum dibayar. Jika ditotal, pesanaan yang digabur mencapai jutaan rupiah. Tapi ini tidak membuatnya jera. Dia menyadari, dulu tidak bisa menikmati manisnya hidup sebagai pengusaha sukses yang sudah berhasil mengentaskan anak-anaknya dengan melimpahkan materi.
Bahkan beberapa mobil mewah diparkir di halaman rumahnya. Semua itu tidak mengubah sikap dan sifat kesahajaannya sebagai orang desa.
Artikel sebelumnya. Semula yang menjalani sebagai tukang rosok adalah Sukinah, istri Ngaatijan Kismo Utomo. Karena penghasilan tukang rosok lebih banyak, Utomo, panggilan Ngatijan, mengikuti jejak sang istri. Mereka membeli sepeda dari uang tabungan. Sehari-hari keduanya runtang-runtung cari rosok. Blusukan dari kampung ke kampung.
Istrinya, Pak Utomo menjadi sopir yang jarang sekali pulang. “Saya sering membeli karung bekas pakan ayam dipeternakan ayam petelur. Selain membeli karung, beli telur bucekan (pecah) yang langsung saya setorkan ke pengusaha roti bolu,” kenang Sukinah.
Ketika krisis moneter tahun 1997, perusahaan kue bolu itu bangkrut. Oleh pemiliknya kemudian peralatan pembuat roti berikut semua karyawan yang ada ditawarkan kepada Sukinah.
“Saya tidak sanggup kalau harus menanggung karyawan. Tapi kalau boleh mengambil peralatannya saja saya mau. Akhirnya peralatan boleh diambil dengan harga yang disepakati,” papar Sukinah yang tidak sempat menuntaskan sekolahnya di SPG Wirobrajan. Sedangkan Ngatijan Kismo Utomo bahkan tak tamat SD.
Resep Khusus.
Semula hanya membuat roti bolu kecil-kecil yang disetorkan ke pasaran. Waktu itu yang mengerjakan anak sulungnya bernama Sinung, nama itu kemudian dipakai untuk lebel dagangnya sampai sekarang.
Ketika ada seorang guru memesan roti gulung sebanyak 5 kardus, order itu dikerjakan. Mungkin karena cocok rasanya, pemesan roti gulung semakin banyak. Akhirnya, dari mulut ke mulut kabar roti gulung Mbak Sinung banyak dikenal.
“Terus terang, kita tidak punya modal kuat ketika itu. Lalau saa bilang sama pedagang bahan roti, bagaimaan kalau saya minta bahan dulu. Setelah pesanan roti dibayar baru saya unasi. Karena berbekal kepercayaan dan kejujuran, sampai sekarang kerja sama itu masih berlangsung. Bahkan permintaan bahan berapa pun jumlahnya, dia siap melayani,” ungkap Utomo yang dibenarkan sang istri.
Pasangan suami istri yang memiliki 7 anak dan sudah mempunyai 8 cucu ini, tidak pernah megnecewakan pelanggannya. Pelayanan terhadap pelanggan pasti memuaskan. Tidak heran kalau jangkauan jelajah pasaran rotinya yang hanya dari mulut ke mulut itu sampai ke luar daerah, seperti Surakarta, Purworejo, Muntilan, Magelang.
Hebatnya, untuk biaya antara sampai ke alaman pemesan kalau masih dalam kota berapa pun pesanannya, tidak dikutip ongkos kirim. Kalau sudah sampai luar daerah biasa ada ongkos kirim yang tidak memberatkan konsumen.
Soal resep, tidak ada yang dirahasiakan. Semua karyawannya diberi tahu resepnya. Saat ini, ada 12 karyawan tetap. Perhari minimal melayani 12 dus. Bila musim hajatan, jumlah pesanan membengkak. Maka, harus menambah karyawan freelance. Para karyawannya itu diberitahu resep pembuatan kue. Bahkan jika ada yang ingin lepas dan mandiri buka usaha, dipersilahkan.
Utomo mengungkapkan, usahanya tak selalu mulus. Beberapa kali dikelabui pemesan. Barang sudah diantar, tapi belum dibayar. Jika ditotal, pesanaan yang digabur mencapai jutaan rupiah. Tapi ini tidak membuatnya jera. Dia menyadari, dulu tidak bisa menikmati manisnya hidup sebagai pengusaha sukses yang sudah berhasil mengentaskan anak-anaknya dengan melimpahkan materi.
Bahkan beberapa mobil mewah diparkir di halaman rumahnya. Semua itu tidak mengubah sikap dan sifat kesahajaannya sebagai orang desa.
No comments:
Post a Comment
Waktu begitu cepat berlalu mengiring langkah dalam cerita. Terbayang selalu tatapanmu dalam lingkaran pemikiran positif ku. Para pembaca blog Warga Desa (https://warga-desa-worlds.blogspot.com) adalah teman yang terindah. Saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan komentar.