Masyarakat Pengumpul Madu Memiliki Pendapatan Rp. 4 Milyar Untuk Sekali Musim Panen |
Tidak terlupa juga, bila kegiatan pembangunan ekonomi harus bisa mewariskan kesejahteraan kepada generasi dan lingkungan. Dengan kata lain, kerjasama antara ilmu pengetahuan, teknologi, interaksi industri, serta perkembangan masyarakat global dapat memiliki peranan penting guna mengatasi perubahan iklim.
Jadi, apakah konsep Green Economy telah mampu memberikan solusi terbaik untuk masa depan kita? Bukti kinerja apik dari Masyarakat Kapuas Hulu telah menuturkan yang sebenarnya. Dari lahan yang kerapkali menjadi pelanggan kebakaran hutan di tahun 1997 - 2000, kini mereka telah memiliki produksi madu hutan sebesar 29.004 ton per tahunnya.
Sejak 20 Juli 2006, penduduk kecamatan Selimbau memberdayakan kinerjanya dalam wadah Asosiasi Periau Danau Sentarum (APDS). Sejauh ini APDS mencakup 15 Periau (Pengumpul madu hutan). Setiap Periau memiliki anggota sebanyak 305 orang. Kinerja anggotanya menggunakan cara yang ramah lingkungan dalam tiap proses produksi madu.
Bukan tidak mungkin setelah kita mengetahui cara kerjanya, para periau mampu memiliki pendapatan sebesar Rp. 2,4 Miliar dengan harga minimum per kilonya Rp. 85 ribu hingga Rp. 100 ribu. Hasil pertanian madu tersebut di jual ke mitra Jaringan Madu Hutan Indonesia, PT Dian Niaga yang berkedudukan di Jakarta, dan sisanya dijual ke sebuah LSM lokal. Tepatnya di daerah Riak Bumi.
Untuk sekali musim panen saja, Liputan 6 melaporkan bahwa masyarakat dari desa Leboyan dan Semangit mampu menggelontorkan uang sebanyak RP. 28 Juta untuk membeli speedboat 15 pk. Beradasarkan sebuah penelitian dari Jaringan Madu Indonesia mengungkapkan bila madu di daerah Kecamatan Selimbau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat berkhasiat untuk anti penuaan.
Masyarakat Pengumpul Madu Memiliki Pendapatan Rp. 4 Milyar Untuk Sekali Musim Panen |
Aroma, warna, dan aroma madu hutan bisa berbeda-beda bergantung pada sari bunga yang diisap lebah.
Profil Masyarakat Kecamatan Selimbau
Danau Sentarum memiliki peranan penting bagi Sungai Kapuas. Danau yang acapkali secara periodik akan mengalami pasar dan surut. Pada musim hujan, permukaan air akan naik dan pada musim kemarau, permukaan air akan turun.
Kejadian alam inilah yang membuat masyarakat Danau Sentarum memiliki 2 mata pencaharian, yaitu periau dan nelayan. "Madu itu memberi kami uang banyak secara mendadak. Walaupun 70 persen penghasilan masih dari mencari ikan," ungkap salah satu petani madu, Pak Wasir, "Kalau bunga cukup, panennya bisa 500 kilogram. Saya punya 350 tikung."
Masyarakat Pengumpul Madu Memiliki Pendapatan Rp. 4 Milyar Untuk Sekali Musim Panen |
Permanen
biasanya dilakukan pada siang hari dengan menggunakan tebauk. Tebauk
bertugas untuk mengusir lebah melalui proses pembakaran. Namun uniknya,
tebauk tidak mengeluarkan api sehingga asapnya tidak berbahaya bagi
lebah.
Cara kerja para Periau di Kapuas Hulu.Membuat standar perhitungan - pembuatan dahan buatan atau tikung - pemasangan tikung - inspeksi sebelum panen - persiapan panen - panen - memisahkan madu dari sarang - memisahkan kualitas madu - pengisian ke dalam jirigen - penyimpanan dijirigen - pengendapan - proses persetejuan - persiapan dehumidifying - dehumidifying (pengurangan kadar air) - menyiapkan botol kemasan - pemasangan label - pengisian madu ke dalam botol - pengepakan madu ke dalam kardus - produksi.
Sebelum memanen madu, masyarakat terlebih dahulu memasang tikung atau dahan buatan yang sengaja dipasang di pohon-pohon rendah agar para lebah mau bersarang. Dahan dari kayu memiliki ukuran panjang 1,5 - 2 meter dan lebar 15 x 20 cm, serta memiliki ketebalan 3 - 5 centimeter.
Saat pohon-pohon mulai berbunga, maka lebah akan terpancing untuk mencari makanan dan membuat sarang di dahan tiruan tersebut. Tekhnik inilah yang berperan penting dalam pengembangan produksi madu organik di kawasan konservasi Tanaman Nasional Danau Sentarum.
Masyarakat Pengumpul Madu Memiliki Pendapatan Rp. 4 Milyar Untuk Sekali Musim Panen |
Sebagian besar dari kawasan hutan Danau Sentarum adalah Hutan Rawa Gambut.
"Proses pertama pembuatan tikung, dari daun buatan diatas pohon, pada saat musim lebah biasanya bulan September - Maret, itu biasanya musim madu," jelas Pak Baswiradi, petani madu dan juga ketua APDS kepada Harian Suara. Panen yang dilakukan saat ini menggunakan tekhnik panen lestari. Panen dilakukan pada siang hari dan diharuskan menggunakan pisau stainless anti karat. karena apabila panen dilakukan di malam hari banyak lebah yang mati, dan lebah yang selamat tidak dapat kembali ke sarangnya dikarenakan lebih memerlukan cahaya untuk orientasi.
Kalau dahulu panen dilakukan melalui pemotongan seluruh sarang lebah. Kini panen hanya mengambil sebagian kepada madu saja, serta pengambilan madu sudah tidak lagi dilakukan dengan cara memeras, melainkan hanya tinggal menunggu tetesan.
Tekhnik pengasapan pun juga diterapkan. Seluruh proses dilakukan secara higienis sesuai dengan standar Internal Control System (ICS) yang sudah disepakati oleh para anggota kelompok petani madu. ICS adalah sistem penjamin mutu terhadap madu hutan yang dilakukan secara itnernal, terdokumentasi dengan baik, serta dapat diperiksa oleh pihak lain berdasarkan standar yang telah ditentukan untuk mendapatkan sumber produk madu hutan yang berkualitas.
No comments:
Post a Comment
Waktu begitu cepat berlalu mengiring langkah dalam cerita. Terbayang selalu tatapanmu dalam lingkaran pemikiran positif ku. Para pembaca blog Warga Desa (https://warga-desa-worlds.blogspot.com) adalah teman yang terindah. Saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan komentar.