Dahulu Makan Roti Basi: Kini! Pak Tirta Mandira Hudi Memiliki 20
Toko Pencucian Sepatu |
Saat kehidupan perkotaan dianggap
penting pada awal tahun 1980’an, sepatu telah terpilih sebagai bagian nilai paling
sakral dari gaya hidup. Kemanapun warga mereka melangkah, alas kaki yang
dikatakan sepatu acapkali menunjang penampilan seseorang. Tentu perawatan untuk
kebersihan sepatu merupakan perihal terfavorit untuk menjadi kebiasaan yang
wajib.
Masalahnya, ketika sebagian orang
berusaha membersihkan debu dan noda yang menempel. Kenyataan tersebut bukanlah
pekerjaan yang mudah. Bahkan terkadang, sepatu yang kotor sulit untuk
dibersihkan dan tak cukup hanya menggunakan sikat pembersih.
Jadi solusinya, kalau anda tidak
sempat atau bingung merawat sepatu. Anda tak perlu khawatir lagi. Saat ini ada
beberapa binatu sepatu yang bisa membantu. Salah satunya adalah gerai ‘Shoes
and Care (SAC),’ milik Pak Tirta Mandira Hudi, 25. Seorang yang telah lulus
dalam menempuh bangku kuliah di Universitas Gajah Mada untuk Fakultas Kedokteran.
Pengetahuan tentang sepatu serta
kegemaran mengoleksi sepatu seringkali menjadi bekal mereka ketika merintis
usahanya. Akan tetapi Pria kelahiran Surakarta, 30 Juli 1991 sangat berbeda,
"Saya ini otodidak, melihat dari YouTube seperti apa sih mencuci sepatu
yang baik itu," ungkapnya kepada Kompas, 1 Juni 2016.
Pak Tirta mengawali langkahnya dengan
membuka jasa jual beli sepatu di emperan kos-kosan. "Tahun 2010 saya juga
buka usaha jual beli sepatu, dan justru di situ juga gagal," ucapnya dan
seraya menambahkan, "Pada waktu itu yang menjadi problem adalah membeli electronic
book, buku-buku medis yang harganya mahal. Saya tidak ingin merepotkan
orangtua dengan mengandalkan uang saku, jadi bertekad mencari uang
sendiri."
Kegagalan demi kegagalan dalam berusaha
membuatnya benar-benar tidak memiliki uang lagi. Tuturnya dengan nada yang
berat, "Benar-benar tidak ada uang, seminggu saya makan roti basi. Saya
merefleksikan diri, apa yang salah dengan usaha itu, kenapa sampai gagal."
Usai 1 tahun bangkrut, Tirta
mengumpulkan lagi sisa-sisa dagangannya yang tidak sempat dibeli oleh konsumen.
Barang tersebut dibersihkan, kemudian di jual kembali. “Dari pengalaman
membersihkan sepatu tadi, saya sedikit banyak jadi tau ilmu membersihkan
sepatu," terang Pak Tirta kepada Harian Merdeka.
Secara tak sengaja di esok harinya,
Pak Tirta membeli cairan pembersih sepatu bermerek Jason Mark seharga Rp. 400
ribu, padahal saat itu uangnya tinggal Rp. 700 ribu. Namun setelahnya, dia
merasa bila harga sebesar itu ditambah ongkos kirim adalah pemborosan. Tidak
tahu mengapa, kemudian Tirta langsung menawarkan kepada rekan-rekannya sesama
penjual sepatu untuk menggunakan produk pembersih yang telah dia beli. Responnya
sangat positif dan mereka bersedia patungan guna menanggung 3/4 biaya dari
harga belinya.
Terlihat ada jalan. Namun dalam
sekejap, hambatan kembali datang menghampiri dirinya. Keinginannya untuk
mengembangkan usaha, padahal baru saja ditemukan penyelesaiannya. Kenyataan
manis tersebut harus ditunda karena ia disibukkan oleh praktek di berbagai
rumah sakit guna mencukupi persyaratan kelulusan. Tidak hanya masalah internal.
. . . . . .
Masih ingatkah anda akan meletusnya
Gunung Kelud pada tahun 2014? Peristiwa yang sangat membuat panik wilayah DIY
dan sekitarnya. Berbagai debu vulkanik yang cukup tebal membungkus wilayah
Yogya dan begitupun juga, puluhan sepatu milik Pak Tirta di tempat Kos.
Selekasnya di saat reda, dia
mencuci seluruh sepatu miliknya dan tidak sedikit teman-teman satu kosnya
meminta untuk sepatu mereka untuk dibersihkan juga. “Dari situlah tercetus ide
membuka jasa perawatan sepatu tetapi dengan harga terjangkau dan terbuka untuk
semua jenis bahan sepatu,” ungkapnya kepada Majalah Swa, 7 Januari 2016. Saat
ia bertamu ke kantor Swa di Jl. Mendawai 1, Jakarta Selatan.
Dengan minimnya pengalaman dan cara
menggunakan obat pembersih sepatu produksi Amerika, Pak Tirta tetap mampu
melihat peluang emas dari suatu jasa pencucian sepatu. Dia melakukan percobaan
pada teman-temannya sesama mahasiswa sebagai target awal konsumen pengguna
jasanya. “Penghasilan saya waktu itu sekitar Rp. 1,5 juta hingga Rp. 2 juta
tiap bulan. Cukup untuk menambah uang saku saya sebagai mahasiswa,” ucapnya
kepada Harian Kompas, April 2015, penuh dengan harapan.
Karena masih dalam kategori
percobaan, Pak Tirta menawarkan jasa baru tersebut di sepanjang emperan kos. Saat
jeda ia pergunakan waktu luangnya untuk mempromosikan usaha pencuciannya
melalui Twitter dan Instagram setelah mendaftarkan dirinya menjadi anggota.
Wow! Setelah tahu, para pelanggan terutama yang bertempat tinggal disekitar
kos-kosan begitu antusias untuk mendaftarkan diri menjadi konsumen.
Atas dasar fenoma yang diterima,
Pak Tirta memutuskan untuk membuka toko perdananya pada September 2014 yang
berlokasi di Alun-alun Kidul Yogyakarta dan kenyataan yang ada bertepatan
dengan momen ulang tahun Yogyakarta. Modal awalnya adalah Rp. 25 Juta, dia
keluarkan untuk mencukupi biaya operasional, sewa tempat untuk toko dan desain
interior. Akal kreatif pun kembali muncul, “Saya buat promo, Jogja Free Wash.
Saya sebenarnya gambling saja, kalau laku ya syukur, kalau tidak ya anggap
aja pelajaran memulai usaha,” jelasnya santai.
Tak sesuai perkiraan memang. 200
barisan manusia dengan jumlah 1.200 orang mengantri di depan tokonya. Padahal
tenaga kerjanya saat itu hanya berjumlah 3 orang dan Shoes and Care (SAC) hanya
mampu mengakomodir 600 pasang sepatu untuk tempo waktu tiga jam. Menurut
keterangan dari Harian Kompas, penghasilan Pak Tirta pun segera bertambah
menjadi Rp. 8 – 10 juta. . . . . . .Kalau boleh melihat kebelakang sedikit:
Sepertinya, korban letusan gunung Kelud tidak hanya orang dan lingkungan. Tapi
sepatu kesayangan juga ikut menjadi korban.
Selang beberapa bulan dengan bermodalkan
pendapatan yang disisihkan, Pak Tirta membuka gerai baru yang masih berlokasi
di areal kota Yogyakarta. Namun kembali, kenyataan meningkatnya konsumen dari
luar Yogya menjadikan dia bertambah kaget. Akun Twitter dan Instagramnya
membuka permintaan seluas-luasnya untuk pemesanan jasa pencucian sepatu dari luar
Yogya. Pasar luar negeri; Australia dan Singapura dan dalam negeri, yaitu
Jakarta dan Surabaya.
Antusiasisme yang begitu tinggi
dari para pelanggan membuat rekan-rekannya sesama wirausahawan Yogya menggelar
kompromi. Sebagai pemula, ia mengaku sangat berhati-hati dan selekasnya dia
mengklarifikasikan perihal kemampuannya, “Saya pengusaha daerah, kalau ke
Jakarta tidak total maka akan hancur usaha ini. Berbeda dari usaha atau merek
yang dari Jakarta masuk ke daerah, sepertinya lebih mudah diterima.”
Hari terus berjalan dan waktu terus
menuntun. Akhirnya Pak Tirta memberanikan diri untuk memperluas jumlah tokonya
ke jalan Mendawai, Jakarta pada bulan Maret 2015 setelah menemukan tim yang
cocok (Ha! Hanya dalam waktu 1 tahun). Website untuk usahanya telah terbentuk: www.shoesandcare.com: Jadi para konsumen
bisa langsung menonton cara kerja Shoes and Care. Saat itu, beberapa temannya
khawatir karena kinerja Video pada website dianggap telah membuka dapur selebar-lebarnya.
“Tetapi, sebagai pecinta sepatu, saya tentu ingin tahu sepatu kesayangan saya diapain
saja selama perawatan? Dikasih chemical apa? Seperti itu,” imbuhnya
mensyukuri hidup yang telah dimiliki. Kemudian ia menambahkan, “Justru
pelanggannya akan kian loyal jika ditampilkan videonya.”
Ternyata benar bila kejujuran yang
dia perjuangkan telah mampu menambah kepercayaan untuk menghasilkan kolega
baru. Berkembangnya 20 gerai anyar dengan sistem kemitraan tersebar secara
teratur di beberapa propinsi: Panglima Polim untuk Jakarta, Bintaro untuk
Tangerang, Bekasi, Solo, Medan, Palembang, Bandung, dsb. Jadi, omzet setiap
gerai bisa menembus angka Rp. 30 – 60 juta per bulan, melalui tarif jasa sebesar
Rp. 30.000 s/d Rp. 150.000 per pasang. Serta saat ini! Melalui program yang
bernama Androws, rencana jangka panjang perusahaannya adalah mempersiapkan diri
untuk membuka toko pencucian dan perawatan sepatu di Singapura.
Benar-benar kisah sangat menarik
telah disuguhkan secara baik oleh Dr Tirta Mandira Hudi tentang perjalanan
suatu karir bisnis. Sekarang, Bagaimana selanjutnya setelah 6 tahun? “Tompi
saja bisa, kenapa saya tidak? Hehehe…..” Seraya dia menguraikan secara singkat
tentang nilai-nilai idialisme sederhana dari profesinya sebagai dokter,
“Profesi dokter saya rasa kurang tepat kalau diniatkan untuk mencari uang.
Dokter itu pekerjaan humanis, sedangkan bisnis benar-benar cari profit.”
Website: www.shoesandcare.com
Facebook: https://www.facebook.com/shoesandcare/
Instagram: https://www.instagram.com/shoesandcare/
Twitter: https://twitter.com/shoesandcare
Website: www.shoesandcare.com
Facebook: https://www.facebook.com/shoesandcare/
Instagram: https://www.instagram.com/shoesandcare/
Twitter: https://twitter.com/shoesandcare
Sumber Penulisan:
No comments:
Post a Comment
Waktu begitu cepat berlalu mengiring langkah dalam cerita. Terbayang selalu tatapanmu dalam lingkaran pemikiran positif ku. Para pembaca blog Warga Desa (https://warga-desa-worlds.blogspot.com) adalah teman yang terindah. Saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan komentar.