Sampah Daun Berubah Menjadi Rp. 75 Juta Per Bulan, Ibu Siti Retnanik
Telah Membuktikannya |
Nanik nama panggilannya menuturkan perihal langkah awalnya kepada Harian Kompas. Usaha kreatif tersebut bermula dari memperhatikan kebiasaan suaminya. Pak Heri Wibawanto setiap harinya mengumpulkan daun-daun kering untuk ditaruh di tempat sampah agar membusuk di tanah dan kemudian dibakar.
Hari terus berjalan. Sampai suatu saat, mereka mengunjungi sebuah pameran kerajinan dan dia melihat produk cantik berbahan kulit jagung. Lantas ia berkata dalam hati, "Ini peluang." Ibu Siti pun bergegas mencari ide untuk mengolah daun kering menjadi barang kerajinan seni.
Kebetulan sekali, Pak Heri lulusan Sarjana Pertanian yang gemar mengkoleksi dedaunan berbentuk unik. Kedua pasangan tersebut kemudian mengumpulkan data dan membuat kalatol nama-nama daun, lengkap bersama nama latinnya. Dan YA, Mereka memutuskan untuk emnggunakan daun kupu-kupu sebagai percobaannya.
Bu Siti selekasnya mempraktekkan proses kerja yang telah ditemukan dengan menyiapkan air matang untuk merebus daun kupu-kupu selama 10 s/d 15 menit. Kemudian ia memasukkan pemutih guna menghilangkan bakteri yang mungkin saja masih menempel. Setelah selesai, daun kupu-kupu yang telah matang dikeringkan dengan menggunakan seterika. Terakhir, siap ditempelkan oleh kerajinan yang diinginkan. "Saya mulai tahun 1996 tapi memasarkan tahun 1997 dengan door to door. Kalau arisan kami bawa kalau ketemu teman-teman dibawa," ungkap Ibu Siti saat berbincang di rumah: Ngagel Mulyo.
Sampah Daun Berubah Menjadi Rp. 75 Juta Per Bulan, Ibu Siti Retnanik
Telah Membuktikannya |
Melalui 6 pengrajin
inti yang mampu menghasilkan berbagai jenis kerajinan berkualitas dan
beberapa tenaga borongan dari warga sekitar rumahnya.
Semakin Mantap.
Produk pertama yang dihasilkan adalah lusinan kartu ucapan berhiaskan daun kering yang berasal dari Modal uang sebesar RP. 100 ribu. Seraya ia menambahkan, "Pada waktu itu belum ada sms, kami membuat kartu ucapan dari daun dan rumput, lalu kita lembar ke Pulau Bali dan responnya sangat bagus."
Melihat tanggapan positif dari pasar, Bu Siti pun semakin giat memproduksi desain baru guna mencukupi permintaan. Sebut saja: block note, kipas, celengan, tempat tisu, frame, sampai dengan tempat penyimpanan abu jenazah. Semua berhias daun kering.
Beberapa bulan kemudian, Bu Siti mendapatkan tawaran mewakili Jawa Timur dalam mengikuti pameran di Den Haag, Belanda. Untuk Rp. 7 Juta! Sangat besar kiranya pada masa itu. Kemudian pada tahun 2000, dia kembali mengikuti sebuah pameran. Hasilnya, seorang pembeli dari Perancis bersedia memborong produk Bu Siti ke negaranya. "Mereka minta dibuatkan kotak cokelat," terangnya.
Kreasinya semakin berkembang. Hingga pada tahun 2002, seorang investor dari London, Inggris menawarkan kerjasama tetap. Sejak saat itu, Ibu Siti menjadi orang kaya mendadak karena omsetnya langsung melonjak sebesar Rp. 30 juta - Rp. 40 juta pada setiap bulannya, serta jumlah karyawannya terus bertambah hingga mencapai 40 orang. Semua keuntungan tersebut belum termasuk jumlah angka Rp. 75 juta s/d 100 juta yang berasal dari permintaan pasar lokal maupun nasional.
Sampah Daun Berubah Menjadi Rp. 75 Juta Per Bulan, Ibu Siti Retnanik
Telah Membuktikannya |
Sejak seorang investor dari London, Inggris menawarkan kerjasama tetap. Ibu Siti menjadi orang kaya mendadak karena omsetnya langsung melonjak pada setiap bulannya.
Tragedi Berat yang Membuat nyaris Bangkrut.
Pada suatu kesempatan, Ibu Siti Retnanik bercerita bahwa usahanya pernah mengalami kejatuhan dan nyaris bangkrut total. Yakni setelah kejadian bom Bali pada tahun 2005! Produsen dari Prancis, Jerman, dan Australia memutuskan hubungan dagang. Pasalnya, mereka tetap meminta pengiriman barang dari Bali, sedangkan pulau Dewata sedang menghadapi masalah pada saat itu.
Sementara untuk pasar nasional, pemasaran untuk kerajinan produk olahannya terbilang aman. Pengirimannya ke sekitar wilayah kota di Pulau Jawa, Sumatera, dan NTT, serta NTB, tetap stabil.
Namun ada satu lagi masalah yang bisa dikatakan sangat berat. Yakni, suaminya meninggal dunia pada tahun yang sama.
Sampah Daun Berubah Menjadi Rp. 75 Juta Per Bulan, Ibu Siti Retnanik
Telah Membuktikannya |
Semua proses pembuatannya memerlukan kemahiran, kesabaran, ketelatenan, dan kecermatan hingga menjadi karya yang menarik.
Bangkit Lagi.
Kenyataan pasca Bom Bali tetap terbilang berat bagi banyak pengusaha, termasuk Ibu Siti. Namun perihal tersebut tetap mampu mendorong pengembangan usaha ke arah yang lebih baik. Akhirnya ia memutuskan untuk membuat strategi baru guna mempertahankan permintaan pasar yang telah diperjuangkan.
Melihat sisi keunggulan dalam kinerja pabrikasi. Semua proses pembuatannya memerlukan kemahiran, kesabaran, ketelatenan, dan kecermatan hingga menjadi karya yang menarik. Dia pun menyadari bahwa Kotak Abu Jenazah dan Kotak untuk Binatang Peliharaan yang ia jual memiliki harga 10 kali lipat ketika sesampainya di tempat tujuan. Apalagi pembeli asal London tidak diperkenankan bagi bengkelnya untuk menempelkan satupun merek pada setiap hasil kreasi mereka. Ibu Siti Retnanik selekasnya mengambil keputusan ulung. Semua biaya dan dana ditanggung oleh pembeli setelah produk yang dihasilkan keluar dari bengkel.
Benar kiranya keputusan yang ada. Talenta bisnisnya ditanggapi secara cermat oleh rekannya dari negeri Queen Elizabeth tersebut. Permintaan pun meningkat! Kotak kopi, payung, kotak seserahan, berbagai produk untuk pajangan rumah hingga lukisan menambah daftar permintaan ekspornya.
Melalui 6 pengrajin inti yang mampu menghasilkan berbagai jenis kerajinan berkualitas dan beberapa tenaga borongan dari warga sekitar rumahnya, produk seni kriya daun kering memiliki harga jual yang beragam. Harga dimulai dari Rp. 5.000. Untuk produksi kap lampu bisa dijual dengan harga Rp. 85.000 - Rp. 300.000 dan lukisan berbahan daun kering dibanderol sekitar RP. 5 juta. Tingkat kesulitan selama proses produksi, besar dari ukuran, dan tingginya nilai seni juga mempengaruhi penentuan harga pasar.
Perihal kinerja untuk pemasan, usaha Bengkel Kriya Daun 9996 lebih memilih keputusan untuk melakukan penjualan dari rumah, serta memprioritaskan polanya dengan menggunakan acara-acara seperti pameran dan menitipkan produknya melalui kegiatan-kegiatan UKM. "Dari pemasaran tersebut, saya bahkan mendapatkan konsumen dari Inggris dan sudah 8 tahun menjadi pelanggan setiap dan setiap bulannya rutin order, sampai-sampai sudah seperti keluarga sendiri," jelasnya kepada UMKMnews.
Untuk pasokan daun-daun guna bahan produksi, bengkel Kriya setiap hari mendapatkan distribusi bahan dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Surabaya. Dirinya mengaku, hingga saat ini pasukan kuning mengantarkan beberapa kantong daun kering. Biaya yang dibayarkan sebesar 1.000 rupiah per kilonya.
Jika sudah menjadi hiasan, daun kering tersebut bisa memiliki nilai jual yang tinggi. Walaupun sumberdaya yang diraih berasal dari biaya murah. Lantas ia menambahkan, hal terpenting yang harus dimiliki seseorang ketika mendirikan sebuah usaha adalah kesabaran dan ketelatenan. Karena semua itu memerlukan waktu beberapa bulan, bahkan tahunan. Dan tidak tertutup kemungkinan, jika pembeli sudah sangat mengenal produk yang ditawarkan, mereka biasanya bersedia menjadi pelanggan setia.
Para pelaku UKM di kota Pahlawan menganggap Ibu Siti Retnanik sebagai salah satu pahlawan ekonomi. Pasalnya, Dinas perdagangan dan perindustrian (disperdagin) menobatkan usaha Bengkel Kriya Daun 9996 sebagai UKM Terbaik di Surabaya pada tahun 2005. UKM terbaik dipilih berdasarkan 4 (empat) indikator. Yakni: Konsistensi pelaku usaha dalam memproduksi barang-barang, seberapa besar keramahan lingkungan produk yang dihasilkan, besarnya omzet, dan usia UKM tersebut berdiri.
No comments:
Post a Comment
Waktu begitu cepat berlalu mengiring langkah dalam cerita. Terbayang selalu tatapanmu dalam lingkaran pemikiran positif ku. Para pembaca blog Warga Desa (https://warga-desa-worlds.blogspot.com) adalah teman yang terindah. Saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan komentar.