Thursday, December 15, 2016

Kertas Menjadi Aneka Kerajinan. Aneh ya? Tapi Pak Nurul Mustafid, 31, telah membuktikannya

Banyak para pelanggan berasal dari pasar lokal sekitar Malang, Surabaya, dan Bandung untuk bekerjasama dengan Recycle Paper. Adapun kesempatan jumlah harga yang ditawarkan sangat terjangkau. Berbagai macam desain menarik dari gantungan Kunci dapat dibeli dengan harga Rp. 3.500 hingga Rp. 4.000 dan ragam Lampu menarik antara Rp. 75.000 s/d Rp. 300 ribu.

Yang tak lain mengandung arti bahwa pada hakikatnya, manusia berdasarkan kapabilitasnya akan selalu memberikan yang terbaik bagi masyarakat. Bahkan itu semua hanyalah bermodalkan kemauan, keinginan yang kuat, hobi, sekaligus santun dalam menjembatani cita-cita yang hendak dijabarkan.

Berniat memiliki posisi yang lebih baik saat berada di masyarakat, hal tersebut pun sudah disediakan oleh Pemerintah Indonesia berupa ragam fasilitas melalui kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sangat banyak dan tidak sedikit, mereka telah sukses meraih masa depan yang diidam-idamkan, walau hanyalah seorang lulusan dari jenjang pendidikan di tingkat SD, SMP, ataupun SMA.

Kira-kira begitulah gambaran sederhana mengenai sosok Pak Nurul Mustafid, 31. Jelasnya kepada saya, Clenoro Suharto di Facebook Chatting (11/12/2016), “Saya tdk pernah menemph pendidikn seni dimnapun. Saya cm lulusan SMA dn pernh bkrja d mebel, kuli bangunan smpai akhirnya ikut org kerja di kerajinan kertas. Tp tak bertahan lama, krna pemiliknya banting setir usaha lain. Molai dr situlah aq punya inisiatif bwt usaha kerajinan tp dg cara dn metode sma tp beda.”

Wow. . .Tidak pernah sekalipun mencicipi bangku sekolah sebagai seniman, tapi kok mampu memperkokoh eksistensi dirinya menjadi pengrajin yang handal. Apalagi bahannya hanya kertas dan kemudian, sumber daya tersebut bisa dikreasikan menjadi Topi, Gelas, Lampu hias, aneka tempat untuk pajangan bunga, gantungan kunci, tempat penyimpanan, dan banyak lagi. Selain bahannya mudah untuk didapat, kinerjanya pun seolah-olah mengajak kita untuk selalu rajin menjaga lingkungan.

Dengan penuh ketelatenan dan modal Rp. 300 ribu, pria yang sering dipanggil Tafid merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014. Berbagai inisiatif sangat positif pun muncul seketika, tuk menggapai berbagai harapan di masa depan. Hingga saatnya, pria kelahiran Malang, 13 Januari 1985 berani menawarkan hasil produknya melalui grup Facebook yang telah ia buat, Recycle Paper. Kira-kira di tahun 2015, hasil kerajinannya semakin dikenal oleh masyarakat.

Banyak para pelanggan berasal dari pasar lokal sekitar Malang, Surabaya, dan Bandung bersedia untuk bekerjasama dengan Recycle Paper. Adapun kesempatan jumlah harga yang ditawarkan sangatlah terjangkau. Berbagai macam desain menarik dari gantungan Kunci dapat dibeli dengan harga Rp. 3.500 hingga Rp. 4.000 dan ragam Lampu menarik antara Rp. 75.000 s/d Rp. 300 ribu.

Saya bwtnya berdua sma adik omset blm menentu krna msh blm banyak yg tau dn kertasnya saya ambil dr scoll dn kdg beli Koran,” Sempat pada sekelumit pembicaraan yang ada, Pak Nurul menjelaskan tentang keadaannya saat ini, “Krna keterbatasan modal dn pemasaranya blm rame sementara saya kerjakn berdua ma adikku blm berani cr kariawan.”

Kertas yang ada disekitar kita, ternyata mampu menjadi potensi yang sangat berguna.
Kertas Menjadi Aneka Kerajinan. Aneh ya? Tapi Pak Nurul Mustafid, 31,
telah membuktikannya
Kertas yang ada disekitar kita, ternyata mampu menjadi potensi yang sangat berguna.

Coba-Coba menawarkan Ekspor ke Malaysia, Belanda, dan Swedia.

Pada keesokan harinya, iseng-iseng saya meneruskan komunikasi yang biasa saya lakukan dengan berbagai pihak di luar negeri. Kebetulan biasanya, saya sering say helloo pada akun grup PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) di seluruh dunia. Yah! Sekedar belajar berbicara dan kemudian, menawarkan ragam hasil kerajinan para teman-teman yang pernah saya, tulis kisah perjuangannya dalam bentuk artikel.

Ternyata penting juga loh buat artikel. Kita dan sang pembaca bisa dapat lebih jelas untuk mengetahui sesuatu yang berarti. Selintas kemudian, tiba-tiba seorang ketua PPI di Sarawak Malaysia berkata kepada saya, Facebook (15/12/2016), “Kalau boleh tau, barang kerajinan seperti apa ya? Dan bisa berikan detail barang plus harganya? Biar nanti saya umumkan ke masyarakat Indonesis di sini.”

Bengong dan kemudian bersyukur atas apa yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Kesempatan emas selekasnya saya tawarkan kepada para teman-teman pengrajin, salah satunya Pak Nurul Mustafid. Mereka pun menanggapi dengan sangat baik. Keberadaan email address dipergunakan untuk pemberitahuan secara detail mengenai bentuk kualitas barang dan harga, serta facebook account dipergunakan untuk komunikasi lebih lanjut.

Tanpa jeda lama, Pak Edie Bonggol Jagung juga menawarkan kesempatan kepada rekan pengrajin untuk dapat mengekspor karyanya ke Belanda. “Saya tunggu dan kebetulan pd bln des ini saya ada tamu dr belanda.........jadi­­ saya mau tawarkan ......,” Jelasnya kepada saya pada hari sama. Lantas sekonyong-konyong, saya langsung memberitahu teman-teman tentang perihal informasi tersebut.

Lain lagi dengan PPI di Swedia. Tapi jujur, saya sangat sungkan setelah berbicara dengan Ketua nya. Karena ternyata, menempuh pendidikan di Swedia tidaklah mudah, bahkan sangat sulit. “Saya pribadi sih minat banget dan yakin itu baik bagi Indonesia, pak. Tapi kami disini pun ngga tau gimana caranya untuk masukin produk ke Swedia. Disamping itu, kuliah kami pun ngga mudah dan beberapa dari kami bersusah payah agar bisa lulus,” Ucap sang ketua, namanya Pak Satu Cahaya Langit di Facebook (16/2/2016), “Begitu kiranya pak. Apa pak Clenoro udah coba bicara dengan Kedubes RI di Swedia? mungkin mereka lebih tahu, pak.”

Stiap langkahKu berharap RahmatNYA sllu menyertai dalam setiap perjalananku.


Facebook: https://www.facebook.com/Recycle-Paper-898972553506841/
Alamat: Jl. genitu no 6, Betek, Sananrejo, Turen, Malang, Jawa Timur. 69175.
Telepon: 085-859-892-698
              089-606-594-656






Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.

Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.

Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.

Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.

Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.

Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.

Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.

Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.

Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.Pak Nurul Mustafid, 31, saat itu hanyalah seorang lulusan SMA. Sempat menimba pengalaman pada perusahaan mebel, kuli banguan, hingga akhirnya bekerja pada perusahaan kerajinan kertas. Tidak bertahan lama, karena pemiliknya banting setir. Lantas, berbekal semangat dan uang sejumlah Rp. 300 ribu, sang Anak Desa dari Malang merangkai kertas-kertas tak terpakai bersama adiknya sejak pertengahan tahun 2014.










No comments:

Post a Comment

Waktu begitu cepat berlalu mengiring langkah dalam cerita. Terbayang selalu tatapanmu dalam lingkaran pemikiran positif ku. Para pembaca blog Warga Desa (https://warga-desa-worlds.blogspot.com) adalah teman yang terindah. Saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan komentar.

Label

Agama Air Minum Alat Musik Alumunium Angklung Artis Asmara Automotif Bahan Bakar Bali Bambu Bandung Bank Bank Sampah Barang Bekas Batam Batik Becak Beras Besakih Biola Blogspot Boneka Buah-buahan Budaya dan Tradisi Buka Lapak Buku Bunga Burger Burung Cafe Charlie Tjendapati CNBC Cobek Dandung Santoso Daur Ulang Desa Desain Dodol E-mail Eceng Gondok Edie Juandie Ekonomi dan Perdagangan Es Krim Facebook Flipboard Flora dan Fauna Fruit Carving Furnitur Gadget Gamelan Garam Gerai Gerobak Gitar Google Plus Gula Hari Raya Harian Merdeka Haryadi Chou Hewan Hiburan dan Wisata Hidayah Anka Hidroponik Hijab Hotel http://www.duahari.com Hukum dan Politik Indra Karyanto Instagram Internet Internet Marketing ITB Jagung Jajanan Jamu Jamur Tiram Jangkrik Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Jepang Kain dan Pakaian Kaleng Kalimantan Kamera Kapal Laut Karaoke Kartun Kecantikan Kecap Keju Kelautan Kelinci Kemasyarakatan Kendaraan Kerajinan Kereta Kertas Kiat dan Tip Kisah Hidup Koki Komputer dan Teknologi Kopi Koran Kuda Pustaka Kuliner Kumpulan Kurir LA Time Laptop Si Unyil Lidah Buaya Linkedin Liputan 6 Logam Lukisan Kayu Madu Mahasiswa Mainan Anak-Anak Makanan dan Minuman Malang Martabak Masyarakat dan Persoalannya Matras Melukis & Menggambar Metro TV Mineral Miniatur Minyak Atsiri Mitra Mobil Motor Musik Nana Mulyana Narapidana Net TV Ngatmin Biola Bambu Obat dan Kesehatan Olah Raga Ondel-Ondel Online Organik Organisasi Sosial Pameran Panama Papers Pantang Menyerah Papan Selancar Paper Quilling Pariwisata Peluang Usaha Pemulung Pencucian Pendidikan Penelitian Penemuan Penyanyi Penyiar Peralatan Perhiasan Perikanan Permainan Perpustakaan Pertanian dan Perkebunan Perumahan Peternakan Pinterest Plastik Proses Produksi Psikologi dan Mental Putu Gede Asnawa Dikta Puyuh Radio Rancangan Rendang Resep dan Masakan Restoran Robot Roti Salak Sambal Sampah Sandal Sapi Sayur Mayur Sejarah dan Peradaban Sekolah Semarang Seni Seni Pahat Sepatu Sepeda Sindo News Slamet Triamanto Spa Strikingly Suprapto Surabaya Surat Kabar Tahun Baru Tas Tattoo Techno Park Teh Tekhnologi Televisi Telur Terrarium Tukang Cukur Tumang Twitter Venta Agustri Vespa Wanita dan Keindahan Wawancara Wayang Website Wetz Shinoda What's Up Wine Wordpress Yoga Yogyakarta You Tube