Batu Cobek buatan Ibu Riyati, 52, Untungnya Rp. 4 juta per Bulan |
Cobek namanya. Perangkat masak yang terbuat dari batu dan tahan terhadap pengaruh suhu, air, bahkan benturan sekalipun. Jika lumpang atau cobek yang anda inginkan adalah berasal dari Batu Gunung Arjuno, maka tidak salah untuk ditelaah lebih lanjut. Produksi cobek yang dilakukan telah dijalankan secara turun temurun oleh para pengrajin yang berada di Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.
Tekhnik pembuatan cobek batu yang dibuat penduduk sekitar belum meninggalkan cara manual. Sehingga, tak heran bila sebagian warga di daerah ini sudah mahir membuat cobek pada saat usia yang masih belia. Ibu Riyati, 52, salah satu pengrajin cobek mengatakan bahwa keahlian yang ia miliki dalam membuat lumpang atau lemper memang profesi warisan yang didapat secara turun temurun dari orang tuanya. Acapkali memulai pekerjaan pada pagi hari, hingga sekarang sudah dikenal di berbagai daerah.
Asalnya dari Gunung.
Sekilas tampak perilaku desa melintas diantara hiruk pikuk aktivitas. Kumpulan batu menghadirkan nada kuno saat Ibu Riyati mendeskripsikan proses awal pembuatan cobek batu. Tuturnya kepada Harian Merdeka (03/08/2016), “Dari teman di bawa ke sini dalam bentuk tidak rata atau belum halus.”
Pada masa kegiatan sebelum tahun 1990-an, tahapan proses pembuatan cobek atau cowet dilakukan hanya dengan menggunakan alat-alat tradisional. Dalam hal ini tenaga tangan manusia bersama palunya. “Belinya langsung dari gunung di bawa ke sini,” jelasnya sambil membelah batu menjadi ukuran yang sesuai untuk diproses lebih lanjut.
Kira-kira sekitar 10 – 15 cm untuk ukuran kecil dan 20 – 30 cm untuk ukuran besar. Kalau hasil pembelahan tidak sesuai dan masih menyisakan batu dalam bentuk yang enggak rata, biasanya batu digabungkan dengan benda berlapis besi yang sudah ditempa sampai batu memiliki bentuk. Setelah dirasakan cukup datar, batu dibentuk menjadi bulat menggunakan tatah layaknya pengukir dan tentu, bentuk yang dihasilkan masih-lah kasar.
Biasanya ia menutup seluruh tubuhnya saat bekerja, kecuali mata. Karena debu hasil gesekan antara bahan batu dan mesin gerindra senantiasa beterbangan. Tangan dan kaki pun tak lekang memiliki fungsi untuk menjaga keseimbangan guna menghadapi tekanan saat batu dihaluskan. Ibu Riyati dan warga desa pernah diberikan secara gratis oleh pemerintah setempat pada tahun 2014 berupa alat-alat untuk menghaluskan cobek dan pemecah batu.
Jenis Batunya berbeda dengan Batu Kebanyakan.
Lewat mata pencaharian menghasilkan cobek, ibu Riyanti dan suami, Pak Jernadu, 61, berhasil membesarkan ketiga anaknya. Bahkan hampir semua kepala keluarga di Desa Toyomarto menafkahkan anak-anaknya dari sektor usaha ini. Jumlahnya sekitar 60 pengrajin.
Mobil pick-up berisi batu biasanya datang pada setiap awal bulan. Biaya yang dibayar Rp. 325 ribu hingga Rp. 400 ribu per truk. Cobek buatan warga desa ini dijamin keawetannya dan murah harganya, yaitu mulai harga Rp. 15.000 yang terendah untuk cobek kecil, Rp. 20 ribu untuk yang besar, hingga yang paling besar, ia menjualnya dengan harga di kisaran Rp. 100 ribu.
Ya, lumayan juga sih pendapatannya. Satu bulan omzetnya bisa mencapai Rp. 4 juta. Apalagi saat sang tengkulak langganan datang untuk setiap minggu-nya guna membeli 200 biji. Cobek-cobek diikat setiap 10 buah dan diberi nama pemesannya. “Diberi kardus biar aman saat perjalanan. Mau diantar ke kapal di Tanjung Perak,” Jelas sang Juragan bernama Pak Darsono (50), “Jenis batunya berbeda dengan batu kebanyakan. Tidak keras tetapi juga tidak mudah pecah saat dibentuk atau diukir.”
Tidak hanya sampai Tanjung Perak, Surabaya, jasa pengiriman pun diterima oleh para pelanggan di sekitar Malang Raya, hingga Kalimantan dan Bali. Begitu pula dengan teman sejawat dari desanya. Imbuhnya kepada Harian Tribun News (3 Agustus 2016), “Yang kecil ini 8 ribu rupiah. Kalau yang besar ada yang 15 ribu ada juga yang 25 ribu.”
Orang sering memanggilnya Pak Sutrisno, 55. Ia sudah menyelami pekerjaan sebagai pengrajin ulekan saat masih menempuh pendidikan kelas 2 Sekolah Dasar. Bahkan, ia rela keluar dari sekolah hanya untuk menjalani kesehariannya untuk pekerjaan ini.
Ayah tiga anak ini mengaku bila keseharian kerja dibantu oleh istrinya yang juga sibuk merawat anak-anaknya. Seminggu ia biasanya memproduksi berbagai ukuran untuk 100 cobek. Namun seringkali menghadapi masalah kerugian yang disebabkan oleh kondisi bahan yang kurang baik. “Pokoknya untung, sudah saya lepas. Saya kirim sendiri, kalau ada yang telepon minta kiriman,” jelasnya.
Sumber Penulisan:
http://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-riyati-pengrajin-cobek-batu-dari-gunung-arjuno.html
http://malang.merdeka.com/kabar-malang/menilik-kisah-riyati-perajin-cobek-batu-dari-gunung-arjuno-1608046.html
http://malang.merdeka.com/gaya-hidup/cobek-batu-gunung-arjuno-yang-tersebar-hingga-kalimantan-1608042.html
http://suryamalang.tribunnews.com/2016/08/03/satu-desa-di-malang-penduduknya-jadi-perajin-cobek
http://www.merdeka.com/peristiwa/cobek-batu-gunung-arjuno-dijual-sampai-kalimantan-dan-bali.html
http://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-riyati-pengrajin-cobek-batu-dari-gunung-arjuno.html
http://malang.merdeka.com/kabar-malang/menilik-kisah-riyati-perajin-cobek-batu-dari-gunung-arjuno-1608046.html
http://malang.merdeka.com/gaya-hidup/cobek-batu-gunung-arjuno-yang-tersebar-hingga-kalimantan-1608042.html
http://suryamalang.tribunnews.com/2016/08/03/satu-desa-di-malang-penduduknya-jadi-perajin-cobek
http://www.merdeka.com/peristiwa/cobek-batu-gunung-arjuno-dijual-sampai-kalimantan-dan-bali.html
No comments:
Post a Comment
Waktu begitu cepat berlalu mengiring langkah dalam cerita. Terbayang selalu tatapanmu dalam lingkaran pemikiran positif ku. Para pembaca blog Warga Desa (https://warga-desa-worlds.blogspot.com) adalah teman yang terindah. Saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan komentar.